Propellerads

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, October 12, 2016

Pembagian Zonasi Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove sangat rumit, karena banyak terdapat faktor yang saling mempengaruhi, baik di dalam maupun diluar pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan tempat tumbuhnya, kawasan mangrove dibedakan menjadi beberapa zonasi, yang disebut dengan jenis-jenis vegetasi yang mendominasi (Arief, 2003).
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi. Zonasi pada ekosistem mangrove dapat dilihat sebagai suatu proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem terhadap kekuatan yang datang dari luar. Kondisi ini terjadi karena adanya peran dan kemampuan jenis tumbuhan mangrove dalam beradaptasi dengan lingkungan yang berada di kawasan pesisir. Zonasi tumbuhan yang membentuk komponen mangrove, menghasilkan pola bervariasi yang menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda di setiap lokasi penelitian (Departemen Kehutanan, 1994).

Pembagian Zonasi Hutan Mangrove
Zonasi yang terjadi di hutan mangrove adalah dipengaruhui oleh beberapa faktor, antara lain adalah frekuensi genangan, salinitas, dominasi jenis tumbuhan, gerakan air pasang-surut dan keterbukaan lokasi hutan mangrove terhadap angin dan hempasan ombak, serta jarak tumbuhan dari garis pantai (Arief, 2003).
Menurut (Odum, 1972) struktur ekosistem mangrove, secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga tipe formasi, yaitu :
1.    Mangrove Pantai
Pada tipe ini dipengaruhi air laut dominan dari air sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Avicennia sp, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora�Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicans
2.    Mangrove Muara
Pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis di belakang komunitas campuran yang terakhir. (Munisa, 2003) Rhizophora sp. Di tepian alur, di ikuti komunitas campuran Rhizophora � Bruguiera dan diakhiri komunitas murni Nypa
3.    Mangrove sungai
Pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relalif jauh dari muara. Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
Bengen (2002) mengemukakan bahwa jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan dapat dibedakan menjadi 4 zonasi, yaitu :
Zona Api-api � Prepat (Avicennia � Sonneratia)
Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal),dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avicennia � Sonneratia) (Avicennia sp.) dan prepat (Sonneratia sp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora sp)
 Zona Bakau (Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau (Rhizophora sp.) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera sp.).
Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain.
Zona Nipah (Nypa fructicant)
Zona ini terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di tepi-tepi sungai dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fructicant sp) dan beberapa spesies palem lainnya.

Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove Secara Ekonomi dan Ekologi

Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian yaitu secara ekonomi dan ekologi

Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove Secara Ekonomi dan Ekologi
Manfaat dan fungsi ekonomis, yang terdiri atas :
a.    Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiang/pancang)
b.    Hasil bukan kayu Hasil hutan ikutan (non kayu) Lahan (Ecotourisme dan lahan budidaya)
Manfaat dan fungsi ekologi
Manfaat dan fungsi ekologi yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya:
a.    Sebagai proteksi dan abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang.
b.    Pengendalian instrusi air laut
c.     Habitat berbagai jenis fauna
d.    Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang
e.    Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
f.      Pengontrol penyakit malaria
g.    Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)
Hasil hutan mangrove non kayu ini sampai dengan sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat mendukung pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan (Junaidi, 2009).

Hutan Mangrove, luasan dan Penyebarannya

Hutan Mangrove  

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Santono, et al., 2005). 

Hutan Mangrove, luasan dan Penyebarannya

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (udang, kepiting, ikan) yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono, et al., 2005). Hutan mangrove di Indonesia, yang terbagi kedalam 2 (dua) zone wilayah geografi mangrove yakni Asia dan Oseania, kedua zona tersebut memiliki keanekaragaman tumbuhan, satwa dan jasad renik yang lebih besar dibanding negara-negara lainnya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ketempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumberdaya hutan mangrove dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem yang masingmasing menampilkan kekhususan dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat di dalamnya (Santono, et al., 2005).
Luas dan Penyebaran Mangrove

Menurut Santono et al., (2005) terdapat variasi yang nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta � 4,25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak. Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luas ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.  

Luas hutan mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar, yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, ditepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai uas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia (Santono, et al., 2005).

Monday, October 10, 2016

Fenomena Alam, Sayur Merah (Uta Mia) di Kepulauan Sula

Uta Mia adalah sebutan dalam bahasa Sula yang artinya Sayur Merah, sayur ini sangat disukai oleh sebagian besar orang Sula termasuk saya sendiri, Sayur ini merupakan makan kesukaan saya sewaktu kecil hingga sekarang. Namun, membuat semakin rindu akan Uta Mia karena berada jauh dari kampung halaman kota Sanana yang sebagai ibu kota kabupaten Kepulauan Sula, provinsi Maluku Utara.
Sayur ini seperti jamur yang berwarna merah, bahkan dapat menimbulkan pertanyaan bagi orang-orang diluar Kepulauan Sula yang belum pernah mencicipi rasa sayur ini, kalau apakah jamur tersebut dapat dimakan ? Namun, bagi kami masyarakat Sula sudah pasti akan menjawab ya dapat dimakan dan enak rasanya.

Fenomena Alam Sayur Merah (Uta Mia)
Menjadikan sebuah fenomena unik tentang sayur Uta Mia ini karena Sayur Merah ini hanya akan tumbuh pada musim-musim tertentu yaitu musim hujan, sehingga bagi masyarakat lokal di Sula mengatakan sayur merah ini akan ada saat sering terjadi guntur dan kilat. Rasanya sangat-sangat enak karena tekstur tumbuhan yang kenyal membuat nyaman di lidah untuk mengunyah. Apalagi jika dimasak dengan santan kelapa, rasa santannya yang dilengkapi dengan camburan bumbu-bumbu lain membuat rasa sayur ini semakin nikmat dan semakin gurih jika disajikan dengan makanan khas Kepulauan Sula yaitu Papeda.
Entah sudah ada yang melakukan penelitian tentang fenomena Sayur Merah ( Uta Mia ) ini atau belum, namun bagi saya sebagai anak negeri Sula yang secara kebetulan tertarik tentang tumbuhan maka muncul keinginan untuk mempelajari lebih dalam tentang jamur merah atau sayur merah tersebut. Selain itu seperti yang disebutkan di atas, sayur kesukaan saya.
Dengan mempelajari jenisnya atau taksonomi termasuk juga morfologi sehingga dapat teridentifikasi apa jenis tumbuhan tersebut dalam tatanama tumbuhan internasional atau Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT). Dengan harapan dapat dijadikan sebagai tumbuhan endemik (khas) kabupaten Kepulauan Sula.
Berdasarkan informasi sementara, sayur merah ini banyak terdapat di desa Wai Bau, Wai Ipa, Umaloya dan Pastina, kabupaten Kepulauan Sula. Dengan informasi awal ini, maka dapat mengarahkan kita untuk menelusuri dan mengidentifikasi keberadaan jamur merah tersebut.
Bagi anda yang membaca tulisan ini juga dapat membagi informasi terkait tumbuhan ini, baik informasi lokal (lokasi) ataupun informasi terkait dengan jenis tumbuhan ini yang mungkin sudah diidentifikasi atau telah terdaftar di tatanama tumbuhan Indonesia.