Di kampus, saya menemui 2 dosen, Kaprodi, dan pengampu tribologi yang menyambi beberapa mata kuliah lain. Pertemuan itu membahas tawaran Tugas Akhir. Kaprodi kutemui karena meminta izin untuk pindah kelas lain, karena UTS bertabrakan. Sekaligus menanyakan tawaran tugas akhir.
"Permisi, pak" kataku.
"Kamu lagi, har. Ada apa? Dispensasi lagi?" ujar Kaprodi.
"Bukan kok pak. Saya mau tanya dua hal. Pertama, UTSku bersamaan bagaimana pak? " jawabku.
"Kok bisa bersamaan, apa kamu gak lihat jadwal?" sambil cari surat pemindahan jadwal UTS.
"Ini diisi" lanjutnya.
"Sudah kok, pak. Sejak awal sudah tabrakan. Karena memang saya mengulang mata kuliah tersebut." jelas saya sembari menyerahkan surat dari beliau.
Kaprodi itu lalu mengecek surat itu. Beberapa kata diubah dengan bolpoin. Dan menyerahkan pada saya.
Saya pun kemudian bertanya padanya. "Bapak, maaf. Kira-kira punya tema untuk Tugas akhir apa?"
"Kamu yakin bisa? Soalnya kamu paling lambat di antara temanmu lain" sembari menjawab pesan singkat di Whatsapp-nya. Nada dering grup terdengar samar.
"Kalau saya mau paksa diri sendiri, saya mampu kok pak. Buktinya Kerja Praktek kemarin cuma 1 semester" sanggahku, optimis.
"Kalau kamu mau, kamu teliti bahan rem di laboratorium. Kemarin ada adik kelasmu, ada yang mau ambil tema itu. Kamu gabung dengan dia" Kaprodi menjelaskan.
"Kira-kira untuk penelitian Tugas Akhir itu berapa pak?" alibi saya melarikan diri. Karena memang untuk masalah biaya nyerah kalau mahal.
"Buat alat uji rem cakram +/- 1.500.000, kalau kamu mau dengan adik kelasmu. Bisa dibagi dua."
"Iya, pak" sekaligus pamit.
Setelah menemui Kaprodi tersebut. Saya menemui dosen Tribologi. Mumpung masih ingat materi yang disampaikan kemarin kamis.
Karena beliau sedang berbincang dengan staf. Saya pun menunggu, sembari melihat laboratorium. Dosen ini berkantor di lab.
Setelah selesai berbincang. Saya ke tempat duduknya.
"Mesti neg meh bimbingan, diskusi, opo liyane wektune dipepetke. Ben ora ono kuliah, sakwise iki. (pasti kalau mau bimbingan, diskusi, atau lainnya di waktu yang mepet. Biar tak ada kuliah setelah ini.)" ungkap beliau sembari memakai sepatu.
"Saya bukan mau bimbingan atau apa, pak. Saya cuma minta waktu bapak sebentar saja. Dan membahas Tugas Akhir yang bapak tawarkan kemarin. Boleh?" rayuku. Dosen ini, pernah bimbing saya Kerja Praktek dan menjudge saya sebagai mahasiswa keras kepala.
"Iya silakan. Tapi waktunya gak banyak?" mendongakkan kepala sambil lihat jam. Jam menunjukkan 09.40 WIB.
"Saya juga tahu pak. Karena saya juga kuliah di kelas bapak hari ini." saya memelas.
"Kalau kamu mau ambil judul yang kemarin. (Saya sengaja tak jelaskan apa penelitian saya nanti. Karena ini berkaitan dengan program kerja Universitas pada mahasiswanya) Beberapa hal juga harus kamu pelajari." jelasnya sambil melihatku.
Saya lalu mengambil buku catatan. Menulis beberapa hal penting.
"Kamu harus punya Ansys 15, entah bagaimana caranya, untuk pembelajaranmu. Di lab, ada programnya, kalau kamu mau. Tapi kamu juga harus menguasai materi itu. Cari tutorial tersebut. Nanti teknisnya bisa kami mintai tolong mahasiswa Universitas lain untuk membantumu. Kamu cari juga paper, jurnal, atau karya ilmiah lain. Nanti kita pelajari." panjang lebar dia jelaskan seperti itu. Saya berulang kali tanya, untuk catatan.
Setelah penjelasan itu, beliau kembali melihat jam dinding dan menunjukan pukul 09.50. Dan bersiap ke kelas. Saya pun mengular dibelakangnya.
Di kelas, saya tak perhatikan mata kuliahnya. Karena pengulangan mata kuliah beliau, sedikit saya paham. Beliau berpesan, kuliah akan berjalan 30 menit. Saya pun sibuk dengan smartphoneku, sembari cari materi yang disarankannya. Tak terasa penjelasan di kelas berjalan sesuai janjinya.
Saya keluar kelas, kemudian menemui kawan angkatan atas saya. Kami pun mengobrol sebentar. Kemudian Saya mengajukan tawaran tugas akhir bersamanya. Diapun antusias. Kami bertukar nomor handphone untuk kelanjutan nanti.
Di Asrama Kampus.
Pulang dari kampus saya menuju ke kamar. Beristirahat sejenak. Sayup-sayup terdengar suara tape recorder dari masjid. Sesekali mataku tak mau diajak kompromi. Kupaksa agar tetap melek. Untuk membunuh ngantuk kudengar salah satu lagu dari handphone kawan. Efek rumah kaca featuring Barasuara berjudul 'Sebelah mata' live konser. Salah satu lagu pembangkit mood. Bosan menunggu azan tak berkumandang. Saya coba telpon kantor. Menawarkan diri untuk isi weekend. Setelah selesai berbincang melalui handphone.
Beberapa menit kemudian, panggilan alam terdengar. Suara yang tak asing bagi siapapun. Panggilan untuk salat jumat.
Ada kawan saya, sebut saja R, yang punya hobi unik yang sama denganku. Malam untuk begadang dan pagi hingga siang digunakan untuk tidur. Bagi sebagian ahli kesehatan hobi ini kategori gejala skizofrenia. Tapi bagi kami, hobi ini cara menyendiri yang baik. Karena otak seolah bersih tanpa beban pikiran seperti siang yang disibukkan aktivitas. Cara ini efektif untuk menulis atau berdoa.
Kemudian saya bangunkan dia. Saya bisikkan ke telinganya, dan menggoyangkan tubuhnya : "Ndes tangi, mengko neg mati lho". Kuucapkan berulang. Dia paham caraku membangunkan tidurnya. "hmmm..." bergumam dan membuka matanya.
Saya pun menuju kran, berwudu. Sementara dari kamar mandi ada kawan lain keluar. Sebut saja B. Lalu, Dor..dor..dor..dor.. menggedor pintu dengan sangat keras. Saya tahu, R, sudah bangun. Selesai wudu saya menemui B.
Saya coba ajak bicara : "le nggugah kancane rodo alun, opo ora iso? Lawange ora digedor, ora iso po? (Bangunkan teman agak pelan, apa tidak bisa? Pintu tidak digedor apa tidak bisa?)"
Diapun menyangkal : "ben tangi, wayahe jumatan (biar bangun, waktunya salat jumat)"
Saya kembalikan sikap dia kalau dibangunkan :"koe wae nguripke alarm jam 3 rak tangi, opo iku rak nganggu? Digugah pas kon salat wae, angel kok, gedor-gedor kancane? (Kamu saja hidupkan alarm jam 3 tidak bangun. Apa itu tidak mengganggu? Dibangunkan untuk salat saja, susah kok, gedor-gedor temanmu?)"
Dia kemudian menyontohkan pengalaman dibangunkan gurunya : "aku wae biyen ditangiake guruku digedor-gedor ben tangi.(aku dulu kalau dibangunkan guruku digedor-gedor biar muridnya bangun).
Karena tak mau terusan debat. Saya meninggalkannya. Lalu menuju masjid. Saya duduk di serambi masjid dengarkan khotbah. Khatib berkhotbah gafatar sebagai aliran sesat. Karena bosan bahasan menyesatkan orang saya pura-pura dengar.
Khotbah selesai, lalu muadzin iqamat.
Kami berjamaah salat jumat. Rakaat pertama, sang imam enak bacaan alqurannya. Rakaat kedua pikiran saya ambyar karena mengingat kejadian sebelum berangkat masjid.
Semarang-Demak, 15 April 2016
Baca juga MEMAHAMI CERITA
0 komentar:
Post a Comment
kirim di sini