I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan per tahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26� C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.
Menurut T.Altona, penanaman jati yang pertama dilakukan oleh orang hindu yang datang ke Jawa. Sehingga terkesan, jati didatangkan oleh orang hindu atau negeri hindulah tempat asli dari jati. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli botani, Charceus yang mengatakan bahwa jati di Pulau Jawa berasal dari India yang dibawa sejak tahun 1500 SM sampai abad ke- 7 Masehi.
Kayu jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II. Penyebab keawetan dalam kayu teras Jati adalah tectoquinon (2-methylanthraquinone). Kayu jati mengandung 47,5% sellulosa, 30% lignin, 14,5% pentosan, 1,4 % abu dan 0,4-1,5% silika.
Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta furniture perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.
1.2 Rumusan masalah
Dalam pembahasan makalah kali ini, ada beberapa topik yang menjadi masalah dalam makalah ini, yakni:
a. Menjelaskan teknik budidaya tanaman jati secara generatif?
b. Menjelaskan kelebihan maupun kekurangan metode perbanyakan secara generatif?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca bisa lebih mengetahui cara-cara dalam membudidayakan tanaman jati dengan metode generatif (biji). Serta pembaca juga akan mengetahui kelebihan maupun kekurangan metode generatif (biji).
II. PEMBAHASAN
2.1 Menanam Pohon Jati
Pengetahuan dan pengalaman menanam jati sudah banyak diketahui baik secara konvensional (biji) maupun secara terpadu yaitu penerapan silvikultur intensif, penanaman jati klon unggul, rekayasa genetik dan sebagainya. Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif.
Secara generatif, pengadaan bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan species lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah dormansi biji.
Beberapa cara pemecahan dormansi biji yang dapat dilakukan antara lain :
1. Biji direndam dalam air dingin-dijemur dibawah terik sinar matahari, diulang 4-5 hari.
2. Biji jati direndam dalam air dingin-air panas bergantian selama 1 minggu.
3. Biji jati pada bagian epikotil, ditipiskan kulit bijinya dengan cara diamplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam biji.
4. Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat (H2S04) selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan pada media pasir.
Pasir yang digunakan dianjurkan untuk disterilkan dengan dijemur dibawah sinar matahari, digoreng sangrai atau disemprot dengan �Benlate� agar jamur dan bakteri pengganggu mati. Pasir jangan dipadatkan agar memudahkan munculnya daun dan batang muda dari media tabur. Biji disiram secara teratur 2x sehari agar kelembaban terjaga. Naungan diperlukan agar suhu dan kelembaban terjadi dalam kondisi yang lama. Naungan dapat berupa plastik, daun kelapa, atau naungan jenis lainnya.
Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah. Supaya tidak hanyut oleh air baik karena hujan atau penyiraman, bijinya ditekan ke dalam media sedalam 2 cm kemudian ditimbun. Perkecambahan biji jati biasanya bertahap, sehingga perlu menunggu agar benih-benih tersebut dapat berkecambah secara sempurna.
Media yang digunakan untuk penyapihan adalah campuran antara pasir : tanah : kompos (7:2:1). Ukuran polybag yang digunakan adalah 10 x 15 cm. Pemupukan dilakukan dengan NPK cair (5 gram/liter air ) ketika bibit telah berumur 2 minggu, selanjutnya 2 minggu sekali pemupukan dilakukan hingga bibit berumur 3 bulan dan siap ditanam di lapangan.
2.2 Sumber Benih
Untuk perbanyakan tanaman jati, diperhitungkan juga faktor reproduksi tanaman dimana pohon jati yang telah melewati masa juvenil akan segera berbunga, berbuah dan menghasilkan benih yang akan dipergunakan untuk kegiatan penanaman. Sumber benih adalah suatu individu atau tegakan baik yang tumbuh secara alami (hutan alam) ataupun yang ditanam (hutan tanaman) yang digunakan (ditunjuk, dibangun dan dikelola sebagai sumber benih).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 85/Kpts-II/ 2001, ada 6 klas atau kategori sumber benih tanaman hutan sebagai berikut:
1. Zona pengumpulan benih,
2. Tegakan benih teridentifikasi,
3. Tegakan benih terseleksi,
4. Areal produksi benih (APB),
5. Tegakan benih provenan dan
6. Kebun benih.
Keberhasilan dan kualitas tanaman sangat tergantung kepada sumber benih yang digunakan. Benih dari Areal Produksi Benih (APB) yang terbaik dapat meningkatkan volume 5-12% dibandingkan benih dari tegakan benih. Penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume 5-10% dibandingkan dengan APB. Sedangkan penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume sebesar 12 % dibandingkan dengan tegakan benih.
Pohon plus jati di Jawa terdapat sebanyak 182 pohon, tersebar di Jawa Tengah sebanyak 111 pohon (8 KPH) dengan produksi benih 55,5 - 333 kg/tahun, di Jawa Timur sebanyak 53 pohon (6 KPH) dengan produksi benih 26,5 - 159 kg/tahun, sedangkan di Jawa Barat sebanyak 18 pohon (8 KPH) dengan produksi benih 9 - 54 kg/tahun.
2.3 Kelebihan dan kekurangan secara generatif
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang dihasilkan dari penyerbukan antara bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala putik). Secara alami proses penyerbukan terjadi dengan bantuan angin atau serangga. Namun, saat ini penyerbukan sering dilakukan manusia, terutama para pemulia tanaman untuk memperbanyak atau menyilang tanaman dari beberapa varietas yang berbeda.
Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang kuat dan rimbun. Oleh karena itu, sering dijadikan sebagai batang bawah untuk okulasi atau sambungan. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan generatif juga digunakan untuk program penghijauan di lahan-lahan kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan dibandingkan dengan produksi buahnya. Bahkan, kegiatan budidaya tanaman sayur dan beberapa jenis buah-buahan semusim seperti semangka dan melon tetap menggunakan bibit biji yang berasal dari perbanyakan secara generatif, tetapi bibit yang digunakan merupakan bibit-bibit unggul atau bibit biji varietas hibrida yang kualitas dan kuantitas buahnya tidak diragukan lagi.
Sementara itu, ada beberapa kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya. Jika ditanam, dari ratusan atau ribuan biji yang bersal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam. Ada yang sifatnya sama, atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon induknya. Namun, ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat ini terjadi karena adanya pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina.
Kelemahan lainnya, pertumbuhan vegetatif tanaman hasil perbanyakan secara generatif juga relatif lambat. Karena diawal pertumbuhannya, makanan yang dihasilkan dari proses fotosintesa lebih banyak digunakan untuk membentuk batang dan tajuk tanaman. Akibatnya, tanaman memerlukan waktu yang lama untuk berbunga dan berbuah. Contohnya tanaman mangga, durian, lengkeng, manggis atau duku yang berasal dari hasil perbanyakan secara generatif, baru akan berbuah setelah 8-10 tahun setelah tanam.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu metode yang digunakan dalam memperbanyak tanaman jati adalah perbanyakan generatif (biji). Dengan menggunakan biji terpilih. Sumber benih adalah suatu individu atau tegakan baik yang tumbuh secara alami (hutan alam) ataupun yang ditanam (hutan tanaman) yang digunakan (ditunjuk, dibangun dan dikelola sebagai sumber benih).
Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem perakarannya yang kuat dan rimbun. Kelemahan dari perbanyakan secara generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon induknya.
3.2 Saran
Saya sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan/kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan sumbangsih saran yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2001. Keuntungan Investasi Budi Daya Hutan Jati. Satu Pilihan Investasi Bijaksana. http://www.reforeste.com
Mahfudz et al, 2003. Sekilas Jati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun. Yogyakarta
Sumarna, Y. 2003. Budidaya Jati. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
0 komentar:
Post a Comment
kirim di sini