Entah dapat Ilham apa semalam. Ketika ketemu teman penyintas skizofrenia fase 3. Aku sebut itu, karena sebagian kesadaran akalnya hilang. Namun memori kecil dan lingkungan jangka dekat masih ada.
Kami saling kenal 2019, ia sehat secara badan dan tidak "sakit".
Malam itu ia melotot semua orang namun pandangan kosong. Sebelumnya, sore hari, kawan sebut ia pecandu obat. Kawan itu bercerita menurut pengakuan, yang ternyata ditutupi selama ini, penyintas tersebut meminum obat rutin.
Tiba-tiba kesadaran di malam itu hilang. Saat ia mengantar makanan. Namun sudah sejam ia "genggam" tanpa diantar. Saya yang mendengar cerita sorenya, bahwa pecandu obat, membantunya. Parahnya sistem Grab berikan dua order dua resto. (Pekerjaan memuakkan bagi pengemudi grab). Kami antar satu orderan ke tempat lain.
Sesampainya di tempat kedua dan menyelesaikan orderan tersebut. Penyintas memintaku antar ke rumahnya. Jarak rumahku dengannya hampir +/- 10 km. Konsekuensi yang saya hadapi; meminta tolong warga sekitar atau teman antar balik saya.
Selama perjalanan, omongan ngelantur. Menyapa orang tak dikenal dan melewati desa "angker". Desanya para Bromocorah di era 80-90an.
Ia tunjukan jalan menuju rumah. Sesekali saya menelpon kawan lain untuk menjemputku. Ini kali pertama saya menuju desa dan tempat yang belum saya jelajah seperti Gresik-Lamongan-Tuban-Bojonegoro bersama Google Bisnisku era 2018. Padahal saya numpang lahir dan cari makan di kabupaten ini. Gelap dan persawahan mengiringi perjalanan kami. Penyintas ini, sesekali ngobrol tanpa tahu maksudnya. Saat di rumahnya pintu digedor dengan kerasnya. Pintu rumah tak dibuka ia pindah ke rumah sebelah yang ditempati kakak perempuannya, putri pertama. Sama saja. Digedor dengan kerasnya membuat kebisingan tetangga. Pintu rumah kakaknya dibuka, terbukalah semua rahasianya.
Ia, penyintas skizofrenia, dimulai di pelatihan polisi. Ia berlatih mental pendidikan polisi di kab. Banyumas 2016. Ada konflik selama pendidikan. Antara hatinya dan keinginan orangtua tidak sinkron, pun selama pendidikan hingga stres. Ia sudah diobati ke berbagai tempat sejak itu. Selama itu ia sudah capai 90% orang normal. Ia kumat karena sang ibu meninggal dunia. Ia kehilangan kasih sayang Ibu. Yang rutin memberi obat secara teratur. Ia kecewa pada hidupnya. Puncaknya ia kembali ke rumah sakit jiwa dan baru 3 hari di rumah, kambuh, karena lupa obat.
0 komentar:
Post a Comment
kirim di sini