Hawa segar sejak siang lebih tampak baik sejak dari hari sebelumnya. Hingga malam pun tak ada awan mendung yang menyelimuti langit Semarang. Pun demikian Masjid Baiturrahman, makin riuh disela warganya kesibukan hari senin. Gambang Syafaat, 25 April, potret keriuhan hari senin itu.
Pukul 20.00 WIB, parkiran
Masjid Baiturrahman yang biasanya mulai sepi. Malam itu malah disesaki Jamaah Gambang Syafaat dari berbagai sudut kota Semarang ataupun kota lainnya. Salawat wabal dan munajat Maiyah dibuka sebagai penanda dimulainya acara.
Dalam simpul maiyahan Nusantara, Tadabbur dikenalkan ulang. Dia mencontohkan tadabbur sebagai perenungan ulang hasil dari tafsir Alquran. Satu ayat atau dua ayat dari Alquran. Sementara penyandingan‘Selfie’ diangkat dari kegelisahan yang menyeruak masyarakat hari-hari ini melalui media sosial. Selfie seolah menemukan panggung tersendiri bagi manusia tersebut.“Selfie ialah kegiatan mengenalkan potret diri kepada khalayak. Potret diri bisa jadi kebohongan pribadi melalui pencitraan. Dan ataupun kejujuran dalam diri manusia melalui publikasi tentang apa yang dilakukan.” jelas Ali Fatkhan.
Ali Fatkhan kemudian memberikan analogi cermin. “Ada tiga potret diri dalam cermin : Cermin, yang bercermin, dan bayangan. Semakin mengkilapnya cermin semakin mirip wujud bayangan tersebut. Cermin ialah simbol dari hati manusia.Pantulan bayangan diri manusia akan terlihat pada manusia lain.Baik atau buruk. Agar lebih mengkilap cermin dalam diri manusia, maka diusap dengan wirid atau zikir.” lanjut Ali Fatkhan. Seperti termaktub dalamhadits Qudsy : “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi dan Aku ingin dikenal”.
Kang Durahman, menjelaskan pemaparan Ali Fatkhan. Kemudian mempersilakan Musik Biasa Saja untuk bernyanyi.
Musik Biasa Saja, salah satu pengisi setia musik gambang syafaat, menampilkan 3nomor untuk memacu jamaah ikut bernyanyi bergembira. Syukur, Senandung Rindu mutiara, dan Biasa Saja. Jamaah, yang biasa datang tiap bulan, ikut menirukan lagu-lagu itu. Kemudian Wakijo memberikan sekadar makna dari lagu-lagunya.
Pak Aniq, yang jadi narasumber, membuka kisah dua Imam Fiqh, Imam Syafii dan Imam Hambal. Saat itu diminta Imam Syafii bertamu ke Imam Hambal. Ketika mereka di dalam rumah, Imam Syafii dan Imam Hambal, yang diikuti putrinya, salat Maghrib berjamaah. Karena keilmuan Imam Syafii ditunjuk untuk mengimami salat. Kemudian mereka zikir bada maghrib dan berlanjut hingga Salat Isya. Kebiasaan Imam Hambal berzikir bada Isya hingga subuh tak dilakukan oleh Imam Syafii. Imam Syafii setelah Isya menuju kamar untuk istirahat.
Begitupun saat Subuh. Mereka pun kembali melakukan salat berjamaah kembali. Paginya Putri Imam Hambal bertanya : “Ayah, tadi bada Isya, kulihat gurumu Imam Syafii, langsung menuju kamar dan tidur. Tidak seperti ayah lakukan zikir hingga subuh.” Imam Hambal menjawab : “Tadi setelah subuh, dia cerita padaku, jika tadi malam telah mampu beri solusi seribu masalah Fiqh”. Maka Imam Syafii memberiku berfatwa : “Jika berpikir lebih utama dari Salat Sunnah”. Itulah tadabbur yang dilakukan oleh Imam Syafii, tidur ketika capek.
Pak Aniq melanjutkan penjelasan asal kata Taddabur. “Jika dianalogikan sederhana, tadabbur berasal dari kata dubur, yang berarti belakang. Berangkat dari dua suku kata dalam hadits Fiqh, aqbaala wa adbbara. Depan dan belakang. Maka ada kata qubul dan dubur. Yang diperlihatkan ialah qubul, tetapi yang disembunyikan ialah dubur. Kaitan dengan Selfie ialah hasrat untuk menampilkan yang tampak di depannya. Karena depan yang bisa melahirkan nafsu atau syahwat. Sementara yang di belakang jarang ditunjukkan. Inilah yang dimaksud tadabbur” pak Aniq kemudian mengutip sebuah ayat “afala yaa tadabbarunal quran walau kaana min indi ghaira billahi wa fi li ikhtilafan katsiraa.”
Sebelum bertadabbur dimulai dari bertafakur, berpikir dengan akal. Seperti termaktub dalam Alquran: “Inna fil Khalqi fi sawamati walardhii wakhtilaffil laili wanahaari layati lil ulil albab alladzina yadquru nallah .” Didalam penciptaan di langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang ada yang dipikirkan bagi orang-orang yang berakal, bagi orang-orang yang ingat pada Allah. Ketika manusia pun mengagumi penciptaan apapun di dunia tidak ada yang sia-sia. Maka itulah makna sebenarnya tadabbur.
Narasumber lainnya, Harianto memberi pendapat lain tentang tadabbur. Awal dari tadabbur ialah ketidaktahuan manusia apapun di depannya. Maka manusia diberi petunjuk-petunjuk oleh Allah dalam Alquran. Pemahaman melalui tafsir itu yang mendekati petunjuk itu. Mufassir yang mempunyai kecerdasan untuk menafsirkan Alquran. Jika tidak mempunyai pengetahuan dalam menafsirkan, maka pendekatan yang lebih tepat dengan ketulusan dan ketulusan hati. Itulah petunjuk yang mendekatkan diri pada Allah, disebut tadabbur pada al-Quran. “Tadabbur ialah hasil dari pendekatan hati dengan hidupnya akal menjadikan akhlaq semakin bagus.” pungkas Mas Harianto.
Helmi Mustofa, menimpali makna Tadabbur. Pemahaman mengenai tadabbur membebaskan diri dari belenggu ketidakpercayaan diri. Tadabbur ialah hasil dari kebaikan manusia yang semakin mendekatkan diri pada Allah Swt.
Dalam pemaparan tadi, Cak nun pun hadir. Setelah pemaparan dari Helmi Mustofa, Musik Biasa Saja diperkenankan tampil kembali. Nomor yang dipilih Salawat Tresna.
Setelah penampilan Musik Biasa Saja, Durahman mengajak jamaah untuk bertanya.
Salah seorang dari Semarang menanyakan : “Apakah orang yang baik dan bermanfaat bagi orang lain, yang berbeda tauhid, bisakah dapatkan Surga?” Penanya kedua : “Bagaimana pemahaman diri ini tentang tadabbur?” jokes-jokes pun terlontar dari Kang Dur untuk mencairkan suasana. Aan, jamaah lain dari Batang, bertanya : “apa baiat itu?”. Ulin pun melontarkan pertanyaan ke empat. Ulin sempat salah menyebut nama Cak nun dengan Cak nur. Penontonpun tertawa. Dia menanyakan : “penjelasan dari Man arafa nafsuhu, arafa rabbahu?. Penanya kelima, diungkapkan oleh Agus, dari Demak : “apakah ada kaitannya tema Tadabbur Selfie, dengan tahali, takhali dan tajaali?”
Sebelum cak nun menjawab satu persatu. Beliau menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan kerinduan pada Gambang Syafaat. Karena tak pernah bisa menghadiri Maiyahan setiap bulan. Dan hanya bisa datang saat Cak Nun kangen pada Gambang Syafaat. Cak nun juga memberi pesan kepada Jamaah agar tidak menaati fatwanya.
Tadabbur ialah output dari kelakuan diri manusia. Dan hasilnya tambah cinta pada Allah Swt. Jika dipublikasikan bukan keikhlasan yang tampak, itu pencitraan. Dunia itu bukan tempat membangun tetapi dunia tempat mengumpulkan bahan bangunan menuju rumah sejati.Islam datang untuk memberi informasi nama Tuhan. Perbedaan tauhid bukan menjadikan perbedaan jalan menuju Surga. Manusia diperintahkan untuk berbuat baik dan bermanfaat di dunia, Surga ialah hak preogratif Allah melalui kasih sayangNya.
Pembaiatan ibarat Syahadatain. Bagaimana pun manusia telah menyaksikan Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai Rasulullah. Baiat ialah janji setia dan tanggung jawab kepada Allah dalam diri sendiri. Tiada seorang pun yang mampu memberi syafaat kecuali Rasulullah. Beliau mencontohkan Rendra. Ketakjuban Rendra mengakui demokratis dan berdaulat islam dalam beragama, membuatnya memilih Islam.
Cak nun melanjutkan jawaban pertanyaan : “Man arafa nafsuhu, arafa rabbahu.” Ayat itu ialah pembuka cakrawala dari mufassir untuk menemukan petunjuk Allah. Kemudian cak memberi penjelasan : “Proses mengenal Tuhan, manusia hanya bisa menerka gejala gejala dari Tuhan. Konsep dan gejala Tuhan ada dalam kitab-kitabNya”.
Pertanyaan kelima : Tahali, takhali dan tajaali. Cak nun memberi pandangan ketiga konsep tersebut yang merupakan proses manusia meraba-raba realitas ruhani, tergantung dari momentum, peristiwa psikologi subjektif dalam diri. Term-term tersebut tafsir dari ulama yang bermuara pada Allah Swt.
Untuk merileksasikan jamaah, Musik Biasa Saja lalu membawakan 2 nomor “Waktu” dan “Laskar Merah Putih”. Beberapa jamaah terlihat lalu lalang menuju toilet.
Malam kian larut hingga dini hari. Jam menunjukkan pukul 00.30 WIB. Durrahman pun meminta jamaah untuk mengemukakan pertanyaannya. Penanya pertama mengajukan dua pertanyaan : “Apakah ada kaitan tadabbur dengan introspeksi diri, agar bisa berbuat lebih baik?” Apakah maksud dari lillahi taala?. Penanya kedua mengungkapkan pertanyaan : “selama berpuluh tahun berbagai penyakit telah ditemukan obatnya, tetapi kenapa HIV tidak ada obatnya, ada gejala apa ini ?”. Penanya ketiga : “Apa ukuran manusia normal di hadapan Allah?”, yang dilanjutkan dengan pertanyaan lain : “Rasulullah melakukan ibadah dengan kadar tak normal hingga kakinya bengkak, bagaimana menurut Allah itu normal? Penanya selanjutnya dari jamaah perempuan dari Salatiga : “meminta maaf sebanyak-banyaknya atau menyiapkan permaafan seluas-luasnya, mana yang lebih baik?” penanya kelima : “Saya berulang kali membaca “Bangga kepada orang Indonesia” tapi sulit paham. Sedangkan kita tak pernah bangga kepada Indonesia dan lebih condong pada Barat. Bagaimana menurut Cak Nun?”
Cak nun menanggapi penanya pertama dengan : “Tadabbur pada Alquran ialah cara yang tepat instropeksi diri dengan merunut kembali setiap huruf dalam Alquran sesuai pemahaman pribadi bertujuan pada Allah untuk berbuat baik ke setiap makhluk. lillahi taala ialah bentuk keikhlasan hati pada Allah , maka itulah wujud keridhaan Allah.”
Menanggapi jawaban kedua, Cak Nun berkelakar : “HIV ialah virus yang muasalnya dari pelanggaran akhlak. Akhlak yang baik dan berzikir pada Allah ialah obat yang mampu menyembuhkan.”
Dalam Quran tidak ada term normal. Dalam Alquran hanya ada term menaati perintah dan menjauhi larangan. Normal itu standar yang bermacam-macam. Normal atau abnormal ialah istilah manusia untuk dikenal dalam seimbol sebagai kesepakatan dari perspektif manusia.
Meminta maaf sebanyak-banyaknya atau menyiapkan permaafan seluas-luasnya, mana yang lebih baik ialah kedua sifat saling berkaitan. Memaafkan itu otomatis yang harus jadi set-up hidup. Dan meminta maaf juga otomatis jika tidak melakukan salah.
Jawaban kelima dijawab Cak Nun : “Kebanggaanku pada orang Indonesia. Karena di maiyah, setiap hari saya ketemu orang-orang murni. Di masyarakat luar Indonesia, tidak ada orang yang lillahi Taala yang duduk hingga jam 3 dini hari. Karena warga Indonesia akan memasuki terbitnya fajar yang akan menerbitkan matahari yang baru.”
Sebelum mengakhiri acara, Anis Sholeh Baasyin mengemukakan : “Manusia tidak mampu mengandalkan akalnya. Akal manusia mampu dikalahkan oleh malaikat dan jin. Namun ada yang kelebihan manusia yang tak dimiliki Jin dan malaikat. Kelebihan itu ialah Cinta. Karena Cinta adalah puncak dan sumber Tadabbur. Saking Cintanya Nabi Ibrahim pada Allah, beliau mengorbankan anaknya. Hanya Cinta itu yang menemukan manusia pada taddabur. ”
Pukul 02.20 WIB, Cak Nun menginformasi puncak acara Gathering Nasional Simpul Maiyahan Nusantara yang akan diselenggarakan di Jombang 27 Mei 2016. Acara itu akan dilakukan khataman dari subuh ke subuh, bersama Kiai Kanjeng, Letto dan lainnya.
Pungkas acara, Musik Biasa Saja mendendangkan Syukur yang dilanjutkan doa dari Cak Nun.