BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseimbangan lingkungan dan ekosistem perlu dijaga untuk kelestarian makhluk hidup yang ada di dalamnya. Keseimbangan ekosistem sangat dipengaruhi oleh campur tangan manusia. 1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian habitat, ekosistem dan pengelolaan habitat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Habitat
a. Pengertian Habitat
Habitat (berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti menempati) adalah tempat suatu spesies tinggal dan berkembang. Pada dasarnya habitat adalah lingkungan paling tidak lingkungan fisiknya di sekeliling populasi suatu spesies yang mempengaruhi dan dimanfaatkan oles spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada disekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Dalam ilmu ekologi, bila pada suatu tempat yang sama hidup berbagai kelompok spesies (mereka berbagi habitat yang sama) maka habitat tersebut disebut sebagai biotop.
Berdasarkan kondisi habitatnya dikenal 2 tipe habitat, yaitu habitat mikro dan habitat makro. Habitat makro merupakan habitat bersifat global dengan kondisi lingkungan yang bersifat umum dan luas, misalnya gurun pasir, pantai berbatu karang, hutan hujan tropika, dan sebagainya. Sebaliknya habitat mikro merupakan habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang bersifat setempat yang tidak terlalu luas, misalnya, kolam, rawa payau berlumpur lembek dan dangkal, danau, dan sebagainya.
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibilitas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada dalam habitat tersebut (Wiens 1984:402). Sedangkan kualitas habitat menunjukkan kemampuan lingkungan untuk memberikan kondisi khusus tepat untuk individu dan populasi secara terus menerus. Kualitas merupakan sebuah variabel kontinyu yang berkisar dari rendah, menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan kemampuan untuk memberikan sumberdaya untuk bertahan hidup, reproduksi, dan kelangsungan hidup populasi secara terus menerus.
Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar (Shawn, 1985), terdiri dari:
1. Pakan (food), merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap jenis satwa mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya. Sedangkan ketersediaan pakan erat hubungannya dengan perubahan musim;
2. Pelindung (cover), adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa;
3. Air (water), dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam tubuh satwa. Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air dan/atau tidak tergantung air. Ketersediaan air pada habitat akan dapat mengubah kondisi habitat, yang secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada kehidupan satwa;
4. Ruang (space), dibutuhkan oleh individu? individu satwa untuk mendapatkan cukup pakan, pelindung, air dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang yang dibutuhkan tergantung ukuran populasi, sementara itu populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat. Tipe habitat merupakan komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang mendukung sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang diperlukan suatu satwa di identifikasi melalui pengamatan fungsi- fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur.
Adapun habitat berfungsi sebagai tempat unutk hidup, tempat mencari makan, tempat berlindung dan tempat berkembang biak.
b. Relung (Niche)
Dalam ekogi, sebuah Relung (Niche) adalah sebuah istilah yang menggambarkan posisi relasional dari sebuah populasi melalui ekosistem satu sama lain. Relung ekologis menggambarkan bagaimana sebuah organisme atau populasi menanggapi adanya pesaing (misalnya, ketika ada predator, parasit dan patogen yang langka) dan bagaimana hal itu pada gilirannya mengubah faktor-faktor yang sama (misalnya, bertindak sebagai sumber makanan bagi predator, bertingkah laku, bereaksi, dan memangsa konsumen). Dalam suatu ekologi, setiap jenis tumbuhan akan mempunyai relung ekologi sebagai landasan untuk memahami fungsi dari suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat yang sama. Peranan niche dalam habitatnya, dalam jenjang makanannya yang berhubungan dengan pH tanah atau iklim. Dalam ekosistem, berbagai jenis makhluk hidup lainnya dalam habitat dan relung ekologi masing-masing hidup bersama dan berinteraksi.
Relung ekologi bukan konsep yang sederhana, melainkan konsep yang kompleks yang berkaitan dengan konsep populasi dan komunitas. Relung ekologi merupakan peranan total dari semua makhluk hidup dalam komunitasnya. Penendalian populasi tergantung pada tempat makhluk hidup berfungsi di habitatnya, bagaimana cara hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut. Jadi pada dasarnya makhluk hidup secara alamiah akan memilih habitat dan relung ekologinya sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti bertempat tinggal, tumbuh berkembang dan melaksanakan fungsi ekologi pada habitat yang sesuai dengan kondisi lingkungan (misalnya iklim), nutrien, dan interaksi antara makhluk hidup yang ada
2.2 Ekosistem
Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya sistem pemrosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu.
Struktur ekosistem adalah suatu kajian ekosistem menguraikan hal ikhwal tentang makhluk hidup, habitat, dan lingkungan sebagai Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! penyusun komponen biotik dan abiotik, serta menjelaskan wilayah lingkungan fisik dan persebaran nutrien.
Unsur-unsur ekosistem terdiri dari unsur komponen abiotik yang terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, materi organik, dan anorganik hasil dekomposisi makhluk hidup termasuk cahaya matahari dan iklim, dan komponen biotik yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup, tumbuhan, hewan, dan mikrobiota; yang tersusun dari unsur ototrof sebagai produsen (tumbuhan hijau), unsur heterotrof sebagai konsumen dan dekomposer.
Secara fungsional sebagian besar peran dan fungsi ekosistem adalah melaksanakan proses fotosintesis, proses dekomposisi (penguraian materi), dan proses alir energi dan daur biogeokimiawi. Operasionalisasi fungsi ekosistem berlangsung secara bertahap, melalui proses penerimaan/fiksasi energi radiasi cahaya matahari, penyusunan materi organik dari bahan-bahan anorganik oleh produsen, pemanfaatan komponen produsen oleh komponen konsumen dan perombakan bahan-bahan organik oleh decomposer dari makhluk hidup yang telah mati menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana, yang dapat dimanfaatkan ulang oleh produsen dan konsumen kembali.
Operasionalisasi fungsi ekosistem tersebut tidak saja melibatkan proses alir atau transfer energi, produksi, pertumbuhan, perkembangan, dan kematian dari semua unsur-unsur makhluk hidup yang kemudian akan mengalami dekomposisi dan daur biogeokimiawi. Dalam proses fungsi ekosistem tersebut, juga akan berlangsung interaksi secara timbal balik antara komponen ekosistem.
2.3 Pengelolaan Habitat
1. Tujuan Pengelolaan Habitat
Pengelolaan habitat merupakan kegiatan untuk menjaga keseimbangan ekosistem sebagai tempat hidup satwa. Adapun tujuan pengelolaan habitat bertujuan untuk menjaga kelestarian habitat, untuk menjaga kelestarian satwa, untuk menjaga kelestarian flora.
2. Faktor yang mempengaruhi kerusakan habitat
Kerusakan habitat disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor alam dan faktor buatan. Adapun faktor alam diantaranya :
a) Kerusakan akibat letusan gunung berapi.
Letusan gunung berapi merupakan salah satu aktivitas vulkanisme. Letusan gunung berapi merupakan gejala alam. Manusia tidak mampu membendung atau mencegahnya. Akibat dari letusan gunung berapi dapat merusak lingkungan hidup.
Kerusakan itu antara lain :
- Kerusakan gunung berapi melemparkan berbagai material padat yang dapat menimpa perumahan, daerah pertanian, hutan, dan sebagainya.
- Hujan abu vulkanik yang menyertai letusan dapat menyebabkan terganggunya pernapasan juga pemandangan yang gelap, dan dapat menutupi areal pertanian
- dan perkebunan yang bisa mengurangi produksi.
- Aliran lahar dapat menyebabkan pendangkalan sungai, sehingga ketika hujan turun menimbulkan banjir.
- Gas yang mengandung racun dapat mengancam keselamatan makhluk disekitar gunung api.
- Lava panas yang meleleh akan merusak dan mematikan apa saja yang dilaluinya. Setelah dingin, akan membeku menjadi batuan yang keras yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
- Awan panas yang berhembus dengan kecepatan tinggi dan tidak terlihat mata
- dapat menewaskan makhluk hidup yang dilaluinnya.
- Lahar dingin, dapat merusak areal pertanian, dan daerah permukiman penduduk serta bangunan lain.
- Debu-debu gunung api yang bertebaran di udara, dapat menghalangi radiasi matahari, dan membahayakan penerbangan udara.
b) Kerusakan akibat gempa bumi.
Gempa bumi merupakan hentakan lapisan bumi yang bersumber dari lapisan di sebelah dalam merambat ke permukaan bumi. Kerusakan akibat gempa bumi menimbulkan gejala langsung maupun tidak langsung :
- Banjir atau tanggul rusak.
- Gempa di dasar laut menyebabkan tsunami.
- Tanah di permukaan menjadi merekah.
- Tanah longsor.
- Bangunan roboh.
- Kebakaran yang terjadi akibat dampak lanjutan gempa.
c) Kerusakan akibat Cyclon (angin topan).
Siklon adalah tekanan udara rendah berupa angin-angin topan atau badai. Kerusakan yang ditimbulkannya tergantung dengan kuat arusnya.
Kerusakan yang disebabkan oleh angin topan adalah sebagai berikut:
- Rumah-rumah yang kurang kuat terbawa sampai beberapa kilometer.
- Bangunan rumah tembok dan gedung�gedung rusak atapnya bahkan ada yang roboh.
- Merusak areal hutan, perkebunan, dan pertanian.
Sedangkan faktor buatan merupakan factor akibat aktivitas manusia, diantaranya :
a) Perburuan hewan yang membabi-buta sehingga terputusnya rantai makanan yang menyebabkan keseimbangan alam menjadi kacau tidak ada ujung pangkalnya.
b) Kebakaran hutan diakibat dua faktor selain alam dikareanakan oleh kemarau panjang yang memicu kebakaran alam. Kebakaran hutan juga disebabkan ulah manusia yang melakukan aktivitas seperti pembukaan lahan dengan membakar hutan pada akhirnya terjadi polusi udara akibat kabut asap yang ditimbulkan sehingga banyak spesies binatang dan tumbuhan musnah.
c) Penggundulan hutan ini adalah akibat manusia yang melakukan aktivitas penebangan hutan secara liar tanpa izin atau illegal dengan tanpa melakukan reboisasi kembali pada hutan tersebut.
d) Penambangan adalah aktivitas manusia dalam menggali material alam yang berharga seperti bahan tambang besi,timah,emas dll. Penambangan secara liar tanpa perlakuan bijak akan memicu kerusakan alam juga.
e) Limbah industri adalah hasil pengolahan pabrik yang tidak berguna. Limbah ini merupakan pemicu juga dalam kerusakan alam karena limbah itu berupa racun yang akan memusnahkan hewan,tumbuhan dan manusia juga. Dan dipastikan keseimbangan alam juga terganggu.
f) Radiasi Nuklir adalah peristiwa pencemaran alam akibat meledak dan pecahnya partikel-partikel dari nuklir dari penyimpannya.
3. Akibat dari kerusakan habitat tersebut antara lain :
a) Terganggunya ekosistem
b) Punahnya satwa atau fauna
c) Munculnya hama dan penyakit
d) Munculnya satwa baru
4. Cara memulihkan habitat yang telah rusak seperti :
a) Menanam Pohon
b) Melakukan penangkaran satwa
c) Menghentikan perburuan liar
d) Mengendalikan penambangan
5. Pertimbangan-pertimbangan dalam pengelolaan habitat
a) Kondisi lingkungan/ vegetasi
b) Kondisi satwa yang menghuni didalam habitat
c) Topografi habitat
d) Biaya pengelolaan
e) Aksessibilitas
f) Tujuan pengelolaan
BAB III
PENUTUP
Habitat satwa liar perlu dikelola dengan baik untuk menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan. Pengelolaan habitat yang baik tersebut memberikan dampak positif terhadap kelestarian satwa. Oleh karena itu perlu adanya campur tangan manusia dalam pengelolaan tersebut.
Langkah-langkah dalam pengelolaan habitat yang dapat dilakukan oleh manusia diantaranya dengan menjaga kelestarian hutan dan mengelola hutan sesuai dengan fungsinya.