Propellerads

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, September 25, 2015

Lirik 'Putih' Efek Rumah Kaca

 Sebuah twit dari efek rumah kaca mengantarkan saya pada link. Link yang mengarah pada soundcloud, dan mempunyai fitur download, tak kusia-siakan. 

Saya ingin tahu lebih dalam band ini. Beberapa kali denger lagu, seperti desember hingga pasar bisa diciptakan. Mampu membuatku terharu.

Lalu pada akhirnya tiba pada single Putih ini. Dan kudownload. Kudengar melalui earphone. Untuk itu denger ini berulang-ulang. Tak kuduga Saya merasakan tangis yang tak tertahan. Begitu dalamnya cerita pada lirik ini.

Lirik yang bercerita pada kematian seseorang, menggodaku untuk mengingat apa kandungan cerita itu. Berhubung website efek rumah kaca menyediakan, lalu kucopy, seperti ini liriknya :
PUTIH

Tiada (untuk Adi Amir Zainun)
Saat kematian datang
Aku berbaring dalam mobil ambulan,
Dengar, pembicaraan tentang pemakaman
Dan takdirku menjelang
Sirene berlarian bersahut-sahutan
Tegang, membuka jalan menuju tuhan
Akhirnya aku usai juga

Saat berkunjung ke rumah,
Menengok ke kamar ke ruang tengah
Hangat, menghirup bau masakan kesukaan
Dan tahlilan dimulai
Doa bertaburan terkadang tangis terdengar
Akupun ikut tersedu sedan
Akhirnya aku usai juga
Oh, kini aku lengkap sudah

Dan kematian, keniscayaan
Di persimpangan, atau kerongkongan
Tiba tiba datang, atau dinantikan
Dan kematian, kesempurnaan
Dan kematian hanya perpindahan
Dan kematian , awal kekekalan
Karena kematian untuk kehidupan tanpa kematian

Ada (Untuk Angan Senja, Rintik Rindu dan semua harapan di masa depan)

Lalu pecah tangis bayi Seperti kata Wiji
Disebar biji biji
Disemai menjadi api

Selamat datang di samudra.
Ombak ombak menerpa
Rekah rekah dan berkahlah
Dalam dirinya, terhimpun alam raya semesta
Dalam jiwanya, berkumpul hangat surga neraka

Hingga kan datang pertanyaan
Segala apa yang dirasakan
Tentang kebahagian
Air mata bercucuran

Hingga kan datang ketakutan
Menjaga keterusterangan
Dalam lapar dan kenyang
Dalam gelap dan benderang

Tentang akal dan hati
Rahasianya yang penuh teka teki
Tentang nalar dan iman
Segala pertanyaan tak kunjung terpecahkan
Dan tentang kebenaran
Juga kejujuran
Tak kan mati kekeringan

Esok kan bermekaran

Sumber http://efekrumahkaca.net/en/news/erk-s-latest-news/item/763-press-release-lagu-putih-efek-rumah-kaca#.VgUKh9_ZFAg


Download lagunya https://soundcloud.com/efek_rumah_kaca/putih atau http://release.ripstore.asia/erk

Monday, August 3, 2015

Buruh itu Kekasih

Oleh: Emha Ainun Nadjib

Saya seorang bos, meskipun sampai detik ini sama sekali saya belum mengerti apa sebenarnya arti kata 'bos'. Delapan tahun yang lalu saya seorang kuli bangunan. Yang ini sangat jelas. Pekerja kasar. Buruh kecil. Saya memegang cangkul untuk mencampur pasir, gamping dengan semen. Sedikit demi sedikit saya mengerti bagaimana memperlakukan batu bata, kayu, paku, serta apapun yang berkaitan dengan pekerjaan membangun rumah.

Akhirnya, benar-benar saya membangun rumah, dengan uang yang saya kumpulkan sendiri, ditambah utang kepada seorang teman. Sebiji saja. Rumah sangat sederhana. Boleh juga disebut RSSSSS... rumah sangat sederhana sesak sumpek suntuk semprul sekali... silakan menambah seribu huruf 's' lagi semaumu.

Mungkin karena kerjaan saya rapi dan bercampur simpanan kalbu yang bernama keprihatinan dan ketekunan, maka seseorang membeli rumah itu sebelum benar-benar selesai. Terutama juga karena saya agak maniak-kebersihan. Tidak ada puntung rokok tergeletak. Haram secawuk debu menabur tidak pada tempatnya. Dilarang ada yang serampangan. Ketika mengerjakan bangunan, harus langsung menyingkirkan setiap benda tak terpakai yang menunjukkan ada bekas orang membangun. Tangan dan badan harus dicuci pada detik pertama ia mesti dicuci. Segala sesuatu harus bertahan bersih tanpa ada satu menit penundaan atas 'agama' kebersihan di ruangan yang saya tangani.

Hal itu saya praktikkan ketika kemudian bulan demi bulan saya diperkenankan Tuhan mengembangkan usaha rumah. Dari satu rumah yang dibeli, saya bikin dua berikutnya dengan segala daya upaya. Demikian seterusnya sampai sepuluh, seratus, dan akhirnya saya mulai membuat sejumlah kompleks real-estate.

Pada eksterior, taman dibangun dulu, pada interior, lantai marmer ditancap dan ditata dulu, sebelum dinding dan segala yang berdiri lainnya. Pada pekerja saya dibimbing oleh taman yang indah dan marmer yang mengkilat selama bekerja. Dituntun tidak hanya dalam hal memelihara kebersihan maksimal, tapi juga kehati-hatian dan optimalitas pengerjaan semua unsurnya.

***
Dulu pekerja saya beberapa orang, sekarang ribuan. Saya menyeleksi dan memilih sendiri siapa yang sebaiknya bekerja pada saya. Saya hanya tamat SMP, maka saya tidak mengerti psiko-test atau apapun. Saya meraba kepribadian mereka dengan firasat, kepekaan hati, melalui sorot mata mereka, cara omong mereka, tema-tema dari pikiran dan kalbu mereka, gerak-gerik mereka. Selebihnya test terakhir adalah doa permohonan saya kepada Tuhan agar diperkenankan tidak keliru memilih sahabat dalam hidup yang pasti hanya satu kali ini.

Kalau memang harus dirumuskan, maka kriteria yang saya pakai adalah keikhlasan dan kejujuran. Soal keterampilan sangat gampang ditumbuhkan dan dibina. Sejumlah sarjana teknik dan ekonomi saya terima, namun dimana saya letakkan tergantung pada firasat dan rasa ketepatan saya. Para direktur dan manajer yang langsung menjadi bawahan saya adalah orang-orang yang menurut hati saya merupakan sahabat sehati saya. Yang kalau ketemu saya cium pipi mereka, saya ajak berdoa agar perusahaan kami bisa mendapatkan kemudahan dan berkah dari Allah.

Berkah itu harus terutama dinikmati oleh para buruh, pekerja atau karyawan, karena merekalah tulang punggung perusahaan saya. Kalau saya tidur satu minggu, perusahaan tetap jalan. Tapi kalau buruh saya mogok sehari, produktivitas anjlok, hubungan kemanusiaan di antara kami menjadi rusak.

Saya upayakan gaji buruh saya di atas dua kali lipat dibanding standar gaji buruh umum pada levelnya. Setiap pekerja yang baru masuk, saya kasih gaji tiga bulan, yang berlaku untuk bulan pertama ia bekerja. Istrinya saya panggil, atau orang tuanya kalau ia belum nikah, untuk menerima gaji pertama itu. "Ini uang supaya rumah tangga kalian aman. Biarkan suami bekerja tanpa beban kesusahan rumah tangga di sini. Kalau ada problem yang benar-benar tak bisa kalian atasi, jangan pernah tidak bilang kepada saya, asalkan kalian tidak mencari-cari".

Nanti datang hari peringatan kemerdekaan 17 Agustus, para buruh menerima gaji tiga bulan. Juga kalau tiba hari Maulid Nabi dan lain sebagainya. Kalau Idul Fitri harus lima bulan gaji. Juga, maaf, kalau saya berulang tahun, sebisa-bisa saya kasih tiga bulan gaji, agar doa mereka lebih khusyuk. Pokoknya gaji setahun minimal 23 bulan.

Kalau Idul Adha, minimal per-3 KK harus dapat seekor sapi dan beberapa ekor kambing untuk korban. Pokoknya apa saja yang bermanfaat bagi pekerja dan mampu diberikan oleh perusahaan, wajib diberikan. Yang saya minta sebenarnya mungkin hanya satu; kejujuran. Tidak ada korupsi, karena korupsi adalah ketidakjujuran terhadap kebenaran ekonomi. Tidak ada kemalasan, karena kemalasan adalah ketidakjujuran terhadap anugerah Tuhan atas potensialitas kerja hamba-Nya. Tidak ada nguthit, tidak ada curang, tidak ada menang sendiri --sebab itu semua merupakan ketidakjujuran terhadap keharusan nilai-nilai manusia hidup.

***
Saya ini lemah menghadapi ketidakjujuran. Sehingga setiap saya jumpai pekerja yang tidak jujur, terpaksa langsung saya keluarkan. Tidak ada peringatan, tidak ada penundaan, tidak ada kesempatan kedua. Perusahaan harus efektif dan efisien dalam kosmos kerja yang jujur, sehingga tidak punya waktu dan dana untuk peringatan, penundaan, permaafan, atau pemberian peluang kedua sesudah ketidakjujuran yang pertama. Maafkanlah kelemahan manusiawi saya ini.

Sebab siapapun saja di perusahaan ini harus memberi ruang kepada setiap kemungkinan untuk menolong siapapun yang sebaiknya ditolong. Bahkan kalau saya mencintai sahabat saya yang perusahaannya memiliki keterbatasan yang tak mungkin diatasi sehingga karyawannya tidak begitu maksimal kesejahteraannya, saya menyediakan dana untuk tambahan gaji bulanan bagi perusahaan sahabat saya itu. Itu karena saya tidak bisa mengatasi hati saya yang terlalu gampang terharu. Itu saya lakukan sampai kapan pun saya mampu. Kalau hati saya terharu melihat jalanan rusak, bisa saja langsung saya suruh ukur untuk saya perbaiki, tidak perduli bahwa itu kewajiban pemerintah.

Juga kapan saja para pekerja saya bisa menolong orang lain, saya anjurkan untuk melakukannya. Tak usah peduli apakah yang harus ditolong itu orang PPP, Golkar atau PDI. Jangan perhatikan apakah ia orang Islam atau Kristen. Jangan ingat apakah ia Muhammadiyah atau NU, Orla atau Orba, termasuk golongan penindas atau kaum tertindas- pokoknya mereka manusia.

Ketemu siapa saja di jalan, kalau pas punya uang dan kalau orang itu terasa layak mendapatkan uang, kasihlah uang. Ketemu tukang koran, anak-anak di perempatan jalan, penjual gerobagan yang tidak begitu laku, kaum pengamen atau siapa pun yang engkau rasakan perlu mendapatkan pertolongan darimu, ulurkanlah tangan.

Termasuk para pengemis. Banyak orang mengritik, "Jangan kasih uang kepada pengemis. Itu tidak mendidik". Kritik mereka benar. Kalau engkau sanggup mendidik mereka, bawalah ke rumahmu. Kumpulkan dan asramakan. Biayai. Dan kasih kursus bagaimana hidup tidak mengemis. Tapi kalau engkau tidak mampu mengangkut mereka ke rumah dan mendidik mereka, kasihlah uang langsung. Jangan sampai engkau tidak mendidik tapi juga tidak ngasih apa-apa.

Selalu awasi tetanggamu di tempat masing-masing, jangan sampai ada yang mendapatkan kesulitan lantas kamu tidak tahu dan tidak membantu apa-apa. Jangan sampai engkau mendapatkan kesulitan dan tidak ada yang datang menolongmu. Jangan sampai ada yang orang di sekitarmu yang mengalami kesusahan lantas engkau tuli dan tidak menolongnya. Berdoalah kepada Tuhan agar engkau diizinkan untuk bertemu dengan orang yang bisa menolongmu, serta tidak lolos dari persentuhan dengan orang yang memerlukan pertolonganmu.

***

Zakat perusahaanku per tahun rata-rata 12 sampai 15 milyar rupiah. Para buruh harus punya rumah semua. Satpamku harus punya mobil standar, harga minimal 20 juta saat ini. Hubunganku dengan Satpam dan para pekerja lain adalah hubungan manusia. Saya tidak sanggup memandang wajah buruhku dan berkata dalam hati, "Kupekerjakan kamu di sini, kukasih upah sebulan sekian, selebihnya aku tidak tahu. Kalau sesekali kamu mendapatkan problem, kecelakaan misalnya, yaah nanti dipertimbangkan oleh para direksi untuk membantu ala kadarnya…."

Tidak. Saya tidak sanggup berlaku profesional yang demikian. Hati saya sangat lemah. Perusahaan saya membutuhkan doa mereka semua kaum pekerja. Agar mereka semangat berdoa, baik pada tahlilan dua minggu sekali yang kami selenggarakan untuk semua buruh maupun di rumah masing-masing atau bahkan kapan saja --maka hati mereka harus berbahagia.

Jalan agar hati mereka bahagia adalah memberi upah yang kalau bisa jauh di atas rata-rata ukuran upah buruh. Memberi fasilitas-fasilitas yang di perusahaan lain rata-rata mereka tidak bisa mendapatkannya. Rumah tangga masing-masing buruh harus dibereskan oleh perusahaan. Tidak hanya keberesan duniawi mereka, tapi juga investasi akhirat mereka. Anak istri mereka harus merasa menjadi bagian dari keluarga perusahaan.

Kalau hati para buruh beserta keluarganya bahagia, maka mereka ikhlas dan bangga bekerja di perusahaan saya. Dan kalau mereka ikhlas dan bangga di sisi saya, insyaallah mereka akan selalu memacu kerajinan serta kreativitas kerja. Etos kerja mereka akan maksimal. Hati mereka semua akan memancarkan energi, semangat dan doa bagi kemaslahatan perusahaan.

Sahabat-sahabat saya pernah bertanya, "Kalau begitu, buruh adalah aset utama perusahaan ya?"

Saya menjawab, "Buruh adalah kekasih."

"Tapi bagaimana mungkin menyusun manajemen keuangan perusahaan dengan kemurahan-kemurahan yang tidak rasional seperti itu?"

"Sepanjang pengalaman saya, itu sangat rasional. Manajeman modern-rasional itu benar, tapi hanya satu sisi, flat dan linier logikanya. Keberlakuan untung ruginya dengan demikian juga hanya pada wilayah yang datar itu. Yang saya yakini, saya gunakan dan saya alami adalah manajemen barokah atau manajemen berkah. Wilayahnya bukan hanya lempengan yang terdiri atas panjang, lebar, dan tinggi, tapi bulatan. Dalam manajemen berkah, 5 minus 7 tidak = minus dua, melainkan bisa plus 10, plus 20 bahkan bisa plus 700. Sebab Tuhan memang menjanjikan demikian, meskipun di antara 700 itu bisa saja yang berupa finansial duniawi hanya 200 sementara yang 500 adalah investasi surga. Kalau keperluan para buruh pada suatu saat melebihi kas perusahaan, nanti datang 'plus'nya dari wilayah di luar panjang-lebar-tinggi. Asalkan produk perusahaan kita maksimal dan unggul dari produk lain berkat kerja keras, keikhlasan, dan doa para buruh, insyaallah menaburnya hujan berkah itu selalu mengagetkan kita. Kata para Ustadz itu yang namanya, 'min haitsu la yahtasib', bersumber dari momentum dan segmen yang sama sekali di luar dugaan ilmu manajemen yang tercanggih pun."

Sahabat saya itu senyum-senyum, "Kalau demikian kenapa perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh kelompok-kelompok keagamaan mayoritas di negeri kita ini umumnya malah tidak maju?"

"Saya tidak mengerti", jawab saya, "Yang saya tau hanya saya tidak boleh memusatkan diri pada keuntungan finansial. Yang lebih tidak boleh lagi adalah mendayagunakan agama untuk kepentingan profit, menjual idiom-idiom agama untuk promosi komoditas, apalagi pada wilayah linier-datar. Di situ Tuhan dijadikan faktor produktif dan sekular. Menurut logika Tuhan, di situ tak mungkin ada barokah-Nya. Saya sendiri tidak berani menggelar sajadah dan bersujud pada obsesi keuntungan duniawi. Yang saya tahu adalah kewajiban bekerja maksimal, mencintai para kekasih yang bekerja dengan saya, sebagai perwujudan dari cinta primer saya kepada Tuhan... maafkan terpaksa saya omong begini."

Sahabat saya senyum-senyum lagi, "Bagaimana dengan ribuan perusahaan lain yang toh pakai manajemen datar-linier namun maju dan menjadi raksasa?"

"Ongkos sejarahnya jauh lebih mahal dibanding jumlah omset seluruh perusahaan yang raksasa itu."

"Ongkos apa?"

"Kesenjangan yang tidak sungguh-sungguh diatasi, membuat politik harus ikut menindas buruh. Hilangnya hubungan kemanusiaan, sehingga para pelaku ekonomi bersaing dan bertarung bagai burung gagak pemakan bangkai atau serigala. Ketidakadilan struktur, yang membuat perubahan sangat sukar diselenggarakan, sampai-sampai pemilu yang sangat mahal biayanya tidak memiliki efektivitas konkret bagi kehidupan rakyat. Kolusi, dominasi, pilih kasih, kecurangan sejarah, yang mengacaukan kosmos keindahan hidup ummat manusia, serta memproduk generasi penerus yang cengeng dan hanya mampu mengincar kekuasaan melalui dalih-dalih idealisme...."

Saya kaget --seolah-olah saya ini intelektual. Sahabat saya memotong, "Sampeyan ini ada dalam impian atau ada benar?"

"Kapan saya tunggu Sampeyan makan siang di kantor saya di Jakarta Selatan?"

{Lihat Bacaan}

Kompas, Jumat, 6 Juni 1997

* Nadjib, Emha Ainun. 2007. Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Saturday, August 1, 2015

Timeline-mu Ideku

Siapa yang bilang jika mencari inspirasi susah? Alam beredar begitu rapinya hingga bertriliyunan makhluk mengikuti Sunnatullah. Bagi para penyimak, pasti mengerti apa yang alam sediakan untuk kita. Bagaimana triliunan kata dan cerita ditulis. Maka jangan heran jika Timeline-mu bisa sangat berarti bagi pencari inspirasi.
Seorang kawan didunia maya melintasi linimasa twitterku, sebut saja @eae18, pada 11/07/2015 pukul 21.58. Beliau menulis "aku salat karena aku sesat". 


Saya lalu berpikir apa makna tersirat ungkapan itu, hingga kusimpulkan bahwa kata itu tafsiran modern sebuah ayat al-quran. Bagi yang biasa shalat sering membaca ayat ini. Bahkan ayat itu bagian dari Surat yang wajib kita baca saat Salat.

Surat itu adalah Surat pembuka dalam al-quran, Alfatihah. Sementara "aku salat karena aku sesat", adalah makna modern dari ayat 6, surat Alfatihah. Saya lantas berpikir secara dalam, mengapa beliau menulis itu. Kesimpulan itu, lalu kudapatkan seperti ini : 1) Jika kita paling benar, dan tak sesat, tak mungkin meminta petunjuk di salat. 2). Orang banyak mengaku kebenaran pribadi dan menyesatkan orang lain, mengapa harus salat?, 3). Manusia termasuk makhluk tersesat di bumi. Hingga mencari Tuhannya saja, saling menyesatkan, dan kesimpulan lainnya.

Hingga saya coba aplikasikan kata itu. Agar jadi karya yang dapat dikenang dan ketika dilihat orang akan berpikir. Pikiranku tertuju ketika orang melihat kata itu, akan bertanya apa maknanya?. Kaos, karya paling banyak dilirik untuk menyatakan ungkapan itu.
Proses pembuatan itu melalui izin yang aku sampaikan di direct message (DM)nya. Berbagai penawaran aku sampaikan. Hingga ini yang akhirnya disetujui.


Bersama seorang kawan, lalu saya produksikan disini.




Rencananya Hasil ini akan saya gunakan untuk keberangkatan teater kami, bersama Teater Tikar. 

Wednesday, July 29, 2015

Entah

Semalam tiba-tiba badmood. Beban di otak meledak dan membuat saya capai, ketika beberapa jobdisk yang bukan tugas sebuah komunitas dipasrahkan ke saya semua. Ingin berontak namun sudah terikat. Menyalahkan yang lain, saya rasa kebodohan. Alhasil mojok sendiri dan diam jadi pilihan terbaikku.

Diam bukan menyelesaikan badmood malahan makin kacau. Main smartphone buka sosial media kurang menarik, karena isinya bukan memberi semangat dan candaan yang biasa terlintas di komentar atau lini masa seseorang.

Curhat di BBM juga gak etis, karena tidak bakal diberi semangat.

Monday, July 20, 2015

Tahlilan, dan Penghormatan Terhadap Tamu.

Hari ini, saya yang kebetulan tinggal dirumah pamanku di salah satu desa di Semarang, mulai repot. Beberapa hari lalu, istri beliau meninggal dunia, karena sakit yang dideritanya. Sedih memang ketika kepergian itu, namun ada sebuah keyakinan bahwa Allah menyayangi bibi, yang berpulang di malam 28 ramadlan. Kami menyiapkan keperluan untuk tahlilan. Tetapi berhubung bertepatan dengan syawal dan segala pernak-pernik idul fitri, kami lakukan tahlil di malam kedua dan malam ketujuh.

Jika kita tinggal di Indonesia, pasti mengenal tradisi tahlilan. Tradisi yang mulai dikenalkan para wali ini, menjadi hal lumrah bagi kita semua yang menjalankan. Tahlil bisa diartikan sebagai pengiriman doa bagi seseorang kepada yang telah tiada.

7, 40, 100, dan 1000 hari, dipilih sebagai waktu yang tepat untuk mengirim doa kepergian almarhum/almarhumah. Hal ini dilakukan sebagai bentuk amalan bagi  almarhum/almarhumah melalui keluarga.

Oleh sebab itu, bagi yang mendoakan , yang hadir maupun tidak (nanti saya sebut tamu), dijamu sebagaimana layaknya tamu yang berkunjung. Di beberapa kota ataupun kabupaten (di Pulau jawa), ada banyak cara menghormati tamu. Salah satunya dengan memberikan berkat berupa nasi + lauk pauk, yang diwadahi wakul atau besek.

Di Semarang dan sekitarnya, sebagaimana kami tinggal, juga melakukan hal itu. Beberapa tahun telah berlalu,  nasi berkat itu, diganti dengan roti, atau bahan mentah seperti 500gr-1kg beras, 2 mie instan, ¼kg gula dan 2 butir telur. Bahan mentah itu dianggap efektif, mengingat nasi berkat mudah basi, jika tidak langsung dimakan.



Wednesday, July 1, 2015

Kenangan akan Kepergianmu, itu

Senin 29 juni 2015 pukul 06.30, telpon genggam berdering. Saya enggan menjawab telepon genggamku itu. Karena saya baru saja terlelap, dari kebiasaan insomniaku.

Pagi itu, saya tak menyangka bakal menjadi pahit. Hari-hari di bulan puasa, saya memang jarang tidur malam. Otak ini terus berpacu ketika malam tiba, dan baru istirahat setelah subuh. Esok itu, aku harus menjalankan UAS, pukul 10.00. Maka ketika tidur, aku tidak mendekatkan handphone disekitar pembaringanku.

Seolah mempunyai firasat, saya mendadak bangun pukul 8.30. Telepon genggam saya cari, berharap ada kabar melalui telepon atau sms dari seseorang. Dan benar, paman menelponku, pagi itu. Mumpung ada pulsa saya, kutanyakan mengapa menelponku.

"Ana apa om, kok nelpon (ada apa om, kok nelpon) ?" awal percakapanku. "Wah, perluku ndek mau kok, saiki gak sido (wah perluku dari tadi, sekarang tidak jadi) ?" jawabnya di telpon genggam. Aku mengira ada keperluan apa, eh ternyata tidak ada apa-apa?. Lalu kututup teleponku. Beberapa detik kemudian beliau menelpon kembali. "Om zuri ora ana, kowe ditelpon angel, mau meh tak kon marani neng karyadi (om zuri meninggal, kamu ditelpon susah, tadi mau kusuruh menemui di karyadi) ?". Saya diam sekian detik, tanpa banyak bicara. Beliau melanjutkan kembali, "suk maneh neg tangi rodo isuk, dulurmu gak ana, ditelpon malah angel (lain kali kalau tidur bangun pagi, saudaramu tiada, ditelpon kesusahan) ?". Aku menjawab, " maape om, aku gak reti, tur aku yo meh UAS dadi ora tilik opo layat (maafnya om, aku tidak tahu, lagian aku ya mau UAS jadi tidak jenguk atau layat)".

Lalu telepon genggam terputus. Diam sejenak merenung, saya mengingat pamanku yang tiada itu. Walaupun almarhum adik ipar ibuku, aku mengenal almarhum dekat. Dia salah satu sopir diperusahaan bibiku (adik ibu). Dan orang yang mengerti perjalanan perusahaan bibi. Almarhum, termasuk setia di perusahaan itu. Jatuh bangun perusahaan dia masih mau bekerja.

Sekitar setahun lalu, almarhum mengajak saya berobat di salah satu rumah sakit mata di Semarang. Beliau mempunyai keluhan tentang mata. Sebelum mata almarhum sakit, sempat mencabutkan giginya, yang rusak. Entah mengapa, ketika dicabut giginya, mata almarhum malah kena dampaknya. Karena tidak puas dengan dokter di Jepara, almarhum dianjurkan keluarga ke spesialis mata di Rumah Sakit William Booth, Semarang.

Nah, berangkatlah saya dengan beliau di rumah sakit tersebut. Selama mengendarai mobil, beliau mengeluhkan kaburnya pandangan beliau. Setiap memandang arah depan, samar-samar pandangan seolah menghitam.

Agak gak tega sih ketika beliau mengatakan begitu. Pingin menggantikan beliau menyopiri mobil tersebut, namun apalah daya aku tidak bisa nyopir dan tak punya SIM. Kami mengendarai mobil begitu hati-hati, sembari menjaga pandangannya.

Sesampai di rumah sakit, kami mengantri. Menunggu urutan sampai ke beliau. Karena jengah, saya memutuskan keluar mencari angin di luar rumah sakit. Setengah sampai satu setengah jam tiba giliran beliau dipanggil. Saya masuk, saat beliau menelpon saya.

Di ruang periksa, mata dites, untuk mengetahui kondisi mata beliau. Tes mata, dengan menyebutkan beberapa abjad. Langkah kedua, beliau discan kondisi mata. Begitu selesai, perawat menyerahkan hasil tes kepada dokter.

Kami lalu menemui dokter spesialis mata itu. Sang dokter membaca hasil scan dan menerangkan perihal kendala mata tersebut. Melalui susunan gambar mata, kami ditunjukkan letak penyakit itu. Dokter menanyakan perihal sakitnya, apakah benar karena dicabutnya gigi?. Beliau mengiyakan hal itu. Lalu dokter menerangkan bahwa ada syaraf penghubung antara mata dan gigi, yang terkena bakteri. Sehingga menyerang syarat tersebut. Kami konsultasi hingga beberapa menit, kemudian dokter menuliskan resep untuknya.

Selesai konsultasi, kami menuju ruang administrasi yang bersebelahan dengan apotek Rumah Sakit. Beberapa jenis obat diracik untuk penyembuhan beliau. Setiap obat mempunyai kadar sendiri atas penyakit beliau. Namun, ada salah satu list obat di apotek itu, dinyatakan habis. Kami dianjurkan ke apotek lain, untuk beli obat yang tiada. Pegawai apotek lalu memberikan resep, untuk membeli obat.

Beberapa bulan kemudian, beliau harus istirahat total. Tidak bekerja.

Sekitar maret, saya mendapatkan kabar beliau harus dioperasi di RS Karyadi. Penyakit lain juga menggerogoti tubuhnya. Mendengar kabar tersebut, saya lalu menemui beliau dan istrinya. Tampak ramai saat operasi itu, ibu saya, dan adik-adik ibu juga hadir, begitupun adik-adik beliau. Operasi yang berjalan sekitar satu jam itu dinyatakan berhasil, saat sang dokter memanggil kami semua. Kami lalui mengiringi beliau menuju ruang flamboyan.

Beliau lalu dipindahkan menuju bangsal yang akan ditempati diruang itu. Balutan perban dikepala, dengan infus yang menggantung, ini buatku sedih. Kulihat ketika bersendawa dan bernafas saja membuat bergetar seluruh tubuhnya. Saya makin kasihan pada beliau hingga tak tega melihatnya. Begitu tegarnya beliau melawan penyakit. Ketidaktegaan itu kuredam, dengan diam.

Waktu sudah sekian berlalu, aku pamit pada istri beliau, dan berjanji akan menemuinya kembali malam hari.

Wednesday, June 24, 2015

Bersinergi Kembali

Cukup lama saya yang mempunyai ambisi besar, namun ambisi itu pudar karena harus berkutat dengan teori. Berbagai ambisi membangun jaringan untuk masa depan yang seharusnya menjadi jalan hidup, harus kulalui dengan menghilangkan kesempatan yang terlewatkan. Melalui hubungan pertemanan yang terhubung di berbagai daerah. Komunitas komunitas yang telah lama dibangun tak kurekatkan kembali.

Jiwa ini akhirnya berontak, bersinergi kembali, setelah perlahan mengalami stuck. Perasaan ini seolah mati ketika tak bisa diatur. Tiga tahun lalu, aku paling semangat menyiapkan masa depan, dengan cara berkumpul dengan berbagai kawan yang selalu membagi kisah-kisahnya, berdiskusi membahas banyak hal, dengan bermacam orang. Hingga terlintas dalam benak keluar dari "cengkeraman teori". Walaupun saya berkutat teori energi, teori gravitasi ataupun teori eksak lainnya. Namun implementasi teori-teori tersebut, belum selamanya bisa dibentrokkan dengan sosial. Titik jenuh, yang menyebabkan aku harus keluar jalur keilmuanku.

Makanya teori coulomb (CMIIW) " energi itu tidak bisa diciptakan, namun energi dapat diperbaharui". Nah dalam teori itu aku coba implementasikan seperti ini. Energi aku artikan sebagai kawan-kawan. Mereka ada di sekitarku, mereka tidak diciptakan. Namun dapat diperbaharui dengan keinginanku mencari kawan baru membangun masa depan.

Di komunitas tertentu, kawan itu ada, mereka tidak diciptakan, namun menciptakan hal baru untuk kehidupan.

Makanya untuk membuatku bersinergi kembali, ambisi dijaringan energi itu aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya.