Propellerads

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Showing posts with label Silvikultur. Show all posts
Showing posts with label Silvikultur. Show all posts

Friday, October 7, 2016

Respon Tumbuhan Terhadap lama Penyinaran Matahari (Fotoperiodisitas)

Makalah 
Respon Tumbuhan Terhadap lama Penyinaran Matahari (Fotoperiodisitas)
Fotoperiodisme adalah reaksifisiologisorganisme dengan panjang siang atau malam hari berupa responperkembangan tanaman untuk panjang relatifperiode terang dan periode gelap dan hal ini berhubungan langsung dengan waktu baik periode terang dan periode gelap. Respon ini terjadi pada tumbuhan dan hewan.
A.  Fotoperiodisme pada Tumbuhan
Pada tumbuhan, fotoperiodisme merangsang pembungaan. Untuk beradaptasi dan merespon perubahan panjang malam dan intensitas penyinaran, tanaman berbunga (angiospermae) menggunakan fitokrom atau kriptokrom. Keduanya merupakan proteinfotoreseptor. Dalam pembagian lebih lanjut, tanaman fotoperiodik obligat benar-benar membutuhkan penyinaran yang cukup panjang atau waktu malam yang cukup pendek sebelum berbunga, sedangkan tanaman fotoperiodik fakultatif lebih mungkin untuk berbunga di bawah kondisi cahaya yang tepat, tapi akhirnya akan berbunga tanpa panjang malam.

Respon Tumbuhan Terhadap lama Penyinaran Matahari (Fotoperiodisitas)
Rangsangan fotoperiodisme diterima oleh daun dan ditranslokasikan ke meristem sehingga menyebabkan pengubahan dari keadaan vegetatif ke keadaan pembungaan. W.W. Gardner dan H.A. Allard pada tahun 1920 menerbitkan penemuan mereka tentang fotoperiodisme dan menemukan bahwa panjang siang hari merupakan hal yang kritis, tapi kemudian ditemukan bahwa panjang malam adalah faktor pengendali yang lebih banyak berperan. Tanaman berbunga fotoperiodik diklasifikasikan sebagai tanaman hari panjang dan tanaman hari pendek, meskipun pada dasarnya panjang malam tanpa selingan cahaya (niktoperiode) adalah faktor yang lebih menentukan  dan tentang panjang siang hari yang menjadi faktor pengendali pada akhirnya disimpulkan sebagai suatu kesalahpahaman. Setiap tanaman memiliki panjang penyinaran kritis dan panjang malam kritis yang berbeda. Selain berpengaruh terhadap pembungaan, dampak fotoperiodisme pada tanaman juga meliputi pertumbuhan batang atau akar selama musim-musim tertentu, hingga kerontokan daun . Pencahayaan buatan dapat digunakan untuk menginduksi ekstra hari panjang.
Berdasarkan respon tanaman terhadap panjang hari, pada beberapa jenis tanaman budidaya dapat digolongkan sebagai tanaman hari pendek (SDPs), tanaman hari panjang (LDPs), dan tanaman hari netral (DNPs).
Tanaman Hari Pendek (Short-Day Plants,SDPs)
Tanaman hari pendek adalah tanaman yang pembungaannya lebih dipengaruhi oleh panjang hari yang lebih pendek daripada panjang hari maksimum kritis dengan dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lainnya, misalnya temperatur. Hal ini dapat bervariasi pada masing-masing spesies dan varietas. Tanaman hari pendek berbunga ketika panjang hari kurang dari penyinaran kritis mereka. Mereka tidak dapat bunga di bawah panjang hari kritis atau jika sinyal cahaya buatan bersinar pada tanaman selama beberapa menit selama tengah malam; mereka membutuhkan inisiasi kegelapan sebelum pembungaan dapat dimulai. Cahaya malam hari alami, seperti cahaya bulan atau petir, bukan merupakan kecerahan atau durasi yang cukup untuk mengganggu terjadinya pembungaan. Secara umum, tanaman hari pendek berbunga pada kondisi panjang hari yang lebih pendek (dan malam tumbuh lebih panjang) setelah 21 Juni di belahan bumi utara, selama musim panas atau musim gugur.
Contoh tanaman hari pendek :
a.  Cannabis
b.  Kapas (Gossypium)
c.   Padi
d.  Tebu
Tanaman Hari Panjang (Long-Day Plants,LDPs)
Tanaman hari panjang adalah tanaman yang pembungaannya dipengaruhi oleh panjang hari yang lebih panjang daripada panjang hari minimum kritis dengan dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lainnya. Tanaman ini biasanya berbunga di belahan bumi utara selama akhir musim semi atau awal musim panas sebagai masa dengan panjang hari yang lebih panjang. Di belahan bumi utara, hari terpanjang tahun ini adalah pada atau sekitar 21 Juni (titik balik matahari). Setelah tanggal tersebut, panjang hari terjadi lebih pendek (yaitu malam tumbuh lebih panjang) sampai 21 Desember (solstice). Situasi ini terbalik di belahan bumi selatan (yaitu hari terpanjang adalah 21 Desember dan hari terpendek adalah 21 Juni). Di beberapa bagian dunia, musim dingin atau musim panas mengacu pada musim hujan dan musim kemarau.
Contoh tanaman hari panjang obligat :
a.     Carnation (Dianthus)
b.     Henbane (Hyoscyamus)
c.      Oat (Avena)
d.     Ryegrass (Lolium)
e.     Clover (Trifolium)
f.      Bellflower (Campanula carpatica)
Contoh tanaman hari panjang fakultatif :
a.    Pea (Pisum sativum)
b.    Barley (Hordeum vulgare)
c.     Lettuce (Lactuca sativa)
d.    Wheat (Triticum aestivum, spring wheat cultivars)
e.    Turnip (Brassica rapa)
f.      Arabidopsis thaliana (model organism)
Tanaman Hari Netral (Day-Neutral Plants, DNPs)
Tanaman hari netral adalah tanaman yang pembungaannya tidak peka terhadap fotoperiodisme tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor usia. Umumnya bunga muncul setelah tanaman mencapai umur atau ukuran tertentu. Contoh tanaman hari netral :
a.     Dandelion
b.     Tomat
c.      Buckwheat
B.  Fotoperiodisme pada Hewan
Fotoperiode (meliputi panjang hari dan pengetahuan tentang musim, serta kondisi iklim) memiliki peranan yang penting bagi hewan. Sejumlah perubahan biologis dan perilaku mereka tergantung pada hal ini. Bersama dengan perubahan suhu , penyinaran menyebabkan perubahan warna bulu, migrasi, hibernasi, perilaku seksual, bahkan perubahan ukuran organ seksual.
Bangsa burung, seperti burung kenari, memiliki frekuensi bernyanyi yang tergantung pada penyinaran. Pada musim semi ketika penyinaran meningkat (periode siang hari lebih panjang), testis kenari jantan tumbuh. Dengan tumbuhnya testis, androgen lebih banyak disekresikan sehingga meningkatkan frekuensi lagu yang diciptakannya. Selama musim gugur ketika penyinaran menurun (periode siang hari berkurang), testis kenari jantan mengecil dan tingkat androgen menurun secara drastis mengakibatkan penurunan frekuensi bernyanyi. Tidak hanya frekuensi bernyanyi yang tergantung pada penyinaran tetapi juga repertoar lagu. Panjang penyinaran pada musim semi menghasilkan repertoar lagu yang lebih besar. Sebaliknya, hasil penyinaran lebih pendek yang terjadi pada musim gugur menurunkan repertoar lagu. Perubahan perilaku oleh penyinaran pada kenari jantan disebabkan oleh perubahan di pusat lagu di otak. Dengan meningkatnya penyinaran, pusat vokal tinggi dan inti yang kuat dari archistriatum tersebut juga meningkat.Ketika penyinaran menurun area otak kenari jantan juga mengalami kemunduran.
Pada mamalia, dampak fotoperiodisme berupa penyinaran terdaftar di suprachiasmatic nucleus ( SCN ) yang diinformasikan oleh sel ganglion retina yang sensitif terhadap cahaya, yang tidak terlibat dalam penglihatan. Informasi dikirimkan melalui saluran retinohypothalamic ( RHT ). Beberapa mamalia sangat peka terhadap hal ini dan sebagian besar diyakini sebagai bagasi evolusi.

Wednesday, September 28, 2016

Cara Penanaman Rumput Gajah Odot

Rumput Gajah Odot mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan kultivar rumput gajah lainnya. Dibandingkan dengan kultivar-kultivar rumput gajah lainnya perbedaan yang nyata tinggi rumput ini terlihat dibandingkan kultivar lain seperti Taiwan dan King Grass. Sehingga kami juga menyebutnya rumput gajah mini. Perbedaan lain dari rumput gajah ini dengan yang lain adalah ruas pada batang pendek (3-4 cm) sedangkan pada kultivar lainnya panjangnya sekitar 10-12 cm, dari jumlah.

A. Syarat lahan
Rumput Gajah Odot membutuhkan Sinar matahari penuh atau minimal 40%. Rumput ini dapat tumbuh pada sinar matahari dengan intensitas kecil 30-40 % namun dari jumlah anakan dan umur panen lebih lama. Rumput ini dapat beradaptasi di berbagai macam tanah meskipun hasil panennya berbeda
B. Perkembangbiakan
Perkembangbiakan dengan cara vegetative dilakukan dengan membagi rumpun akar dan bonggol atau dengan stek batang (minimal 3 ruas, 2 ruas dibenamkan dalam tanah, 1 stek batang dapat dibagi menjadi 2 bagian atau 3 bagian)
C. Pola Tanam
1.     Monokultur; artinya pada lahan hanya ditanami rumput gajah odot saja
2.     Tanaman sela; karena ukuran rumput gajah ini pendek rumput ini bisa ditanam sebagai tanaman sela dikombinasikan dengan hijauan pakan lain, di pinggir pematang sawah, atau disela-sela tanaman perkebunan dengan memberhatikan intensitas sinar matahari.
3.     Rumput ini juga bisa digunakan untuk menahan erosi lahan dengan penanaman pada tanah yang berkontur miring
D. Cara penanaman
1.    Bersihkan lahan yang akan ditanami rumput dari tanaman gulma dan semak belukar
2.    Buat guludan( gundukan tanah dan tinggi) lebar 60-80 cm dengan tinggi 20 cm
3.    Tanam bibit rumput berupa stek minimal 3 ruas dan2 ruas ditanam dalam tanah di tengah guludan
4.    Jarak tanam dalam barisan 75 cm. Jarak tanam antar barisan 75- 150 cm. Berdasarkan pengalaman kami pada kondisi tanah yang subur dengan hara yang cukup rumput ini bisa mempunyai anakan 60 batang dalam satu rumpun sehingga dengan jarak tersebut nanti akan saling berhimpitan
E. Pemupukan
1.    Untuk pupuk dasar, berikan dan campur dengan pupuk kandang dengan jumlah 3 ton/ha
2.    Untuk mempercepat pertumbuhan dapat dilakukan pemupukan pada umur 15 hari setelah tanam dengan pupuk kimia majemuk (NPK) sebanyak 60 kg Ha
3.    Pupuk cair, Urine Kambing fermentasi juga dapat digunakan untuk pupuk cair untuk pemupukan dengan aplikasi disemprot ke tanaman. Dosis 400-500 ml (2 cup gelas air mineral) dicampur dengan 14 liter air (1 tangki Hand Sprayer). Penyemprotan dilakukan 1 minggu setelah panen dan 3 minggu setelah panen.
F. Pemanenan
1.    Pada penanaman pertama kali rumput odot dapat dipanen pada umur 60-70 hari
2.    2. Ciri-ciri rumput sudah dapat dipanen adalah adanya ruas pada batang yang sudah berukuran minimal 15 cm
3.    Umur panen pada musim penghujan 35-40 hari. Umur panen pada musim kemarau 40-50 hari
4.    Jika ingin pada musim kemarau tetap panen optimal lakukan pengarian
5.    Gunakan sabit yang tajam untuk memotong rumput
6.    Potong pendek sejajar dengan tanah, menurut pengalaman kami jika pemotongannya tinggi batang akan lebih kecil dan jika terkena hujan terusmenerus akan busuk dan mati.
7.    Untuk pemanenan pertama kali sebaiknya dipanen lebih dari 60 hari atau ditunggu sampai ukuran batang yang ada ruasnya 30-40 cm. Menurut pengalaman jika rumput dipanen lebih muda hasil panennya berbeda dengan yang dipanen pertama sudah tua.
8.    Jumlah anakan dalam satu rumpun setelah pemanenan 2 dan seterusnya minimal 40 batang dengan potensi produksi bisa mencapai 15 kg per rumpun pada kondisi hara yang baik.
G. Pengairan
Pada kondisi yang kering atau musim kemarau rumput ini memerlukan pengairan minimal 10 hari sekali untuk pertumbuhan optimal dan mempercepat umur panen
H. Pemeliharaan
Lakukan pembumbunan atau meninggikan guludan dengan tanah, sekaligus melakukan penyiangan dari rumput-rumput lain (gulma) yang tidak dikehendaki.
I. Hama
Rumput ini sangat disukai oleh unggas (Ayam, Itik, Angsa), Tikus dan serangga sehingga perlu dibuat pagar jika penanaman rumput ini terdapat binatang tersebut.
Terima kasih semoga bermanfaat

Sumber : www.lembahgogoniti.com

Friday, September 9, 2016

Nama Ilmiah Tanaman Padi (Oryza sativa L)

Nama Ilmiah atau Nama latin Tanaman Padi (Oryza sativa L) - Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan (KITT) menggunakan sistem Binomial yaitu menggunakan dua kata pada penamaan makhluk hidup dua kata tersebut diambil dari tingkat genus dan spesies menurut sistem klasifikasi makhluk hidup. Aturan tata nama binomial sendiri pertama kali dikemukakan oleh Carolus Linnaeus. Oleh karena nama ilmiah atau nama latin tanaman padi kita kenal dengan Oryza sativa L.
Tanaman padi merupakan salah satu tanaman pokok di Indonesia karena negara Indonesia sendiri terkenal dengan sebutan negara agraria atau negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Tanaman padi banyak ditemukan di daerah pedesaan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Nama Ilmiah Tanaman Padi (Oryza sativa L)
Padi termasuk dalam tanaman berumur pendek kurang lebih satu tahun dan berproduksi satu kali. Setelah dipanen padi tidak akan tumbuh seperti semula tetapi akan mati.
Klasifikasi tanaman padi :
Divisi         : Spermatophyta
Kelas         : Monocotyledoneae,
Ordo         : Poales
Famili        : Graminae/Poaceae
Genus        : Oryza
Species      : Oryza sativa L.

Monday, September 5, 2016

Organisme Pengganggu Tanaman dan Cara Pengendaliannya

Penyakit Tanaman adalah gejala penggangu tanaman yang di sebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan nematoda.
Bakteri
Bakteri dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok besar Prokariota, selain Archaea, yang berukuran sangat kecil serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan organel-organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.

Organisme Pengganggu Tanaman dan Cara Pengendaliannya
Virus
Jamur dalam bahasa Indonesia sehari-hari mencakup beberapa hal yang agak berkaitan. Arti pertama adalah semua anggota kerajaan Fungi dan beberapa organisme yang pernah dianggap berkaitan, seperti jamur lendir dan "jamur belah" (Bacteria). Arti kedua berkaitan dengan sanitasi dan menjadi sinonim bagi kapang
Jamur
Jamur dalam bahasa Indonesia sehari-hari mencakup beberapa hal yang agak berkaitan. Arti pertama adalah semua anggota kerajaan Fungi dan beberapa organisme yang pernah dianggap berkaitan, seperti jamur lendir dan "jamur belah" (Bacteria). Arti kedua berkaitan dengan sanitasi dan menjadi sinonim bagi kapang
Nematoda
Nematoda atau cacing gelang ( filum Nematoda) yang paling beragam filum dari pseudocoelomates , dan salah satu yang paling beragam dari semua binatang
CIRI-CIRI UMUM :
1.   mempunyai saluran pencernaan dan rongga badan, rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut SPEUDOSEL atau  PSEDOSELOMA.
2.   Potongan melintangnya berbentuk bulat, tidak bersegmen dan ditutupi oleh kutikula yang disekresi oleh lapisan hipodermis (lapisan sel yang ada dibawahnya).
Pestisida
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran -cide (pembasmi). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai racun.
Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa :
a.    insektisida (serangga)
b.    fungisida (fungi/jamur)
c.     herbisida (gulma)
d.    akarisida (tungau)
e.    bakterisida (bakteri)
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Dengan adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan kesejahteraan petani juga semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang dapat saja membunuh organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan
Insektisida
Insektisida sintetik adalah bahan-bahan kimia yang bersifat racun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembang biakan, kesehatan, memengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktifitas lainnya yang dapat memengaruhi organisme pengganggu tanaman. Selain itu, insektisida dapat pula membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman atau langsung meracuni serangga tersebut).
Fungisida
Fungisida adalah pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan penyebab penyakit. Fungisida dapat berbentuk cair (paling banyak digunakan), gas, butiran, dan serbuk. Perusahaan penghasil benih biasanya menggunakan fungisida pada benih, umbi, transplan akar, dan organ propagatif lainnya, untuk membunuh cendawan pada bahan yang akan ditanam dan melindungi tanaman muda dari cendawan patogen. Selain itu, penggunaan fungisida dapat digunakan melalui injeksi pada batang, semprotan cair secara langsung, dan dalam bentuk fumigan (berbentuk gas yang disemprotkan). Fungisida dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu fungisida selektif (fungisida sulfur, tembaga, quinon, heterosiklik) dan non selektif (fungisida hidrokarbon aromatik, anti-oomycota, oxathiin, organofosfat, fungisida yang menghambat sintesis sterol, serta fungisida sistemik lainnya).
Akarisida
Akarisida atau sering disebut mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba. Tungau adalah binatang kecil yang besarnya kurang dari 0,5 mm berkaki 8 dan berkulit lunak dengan kerangka kitin. Warnanya bermacam-macam ada yang merah kuning, adapula yang hijau.
Bila udara panas dan kering perkembangannya sangat pesat. Betina bisa bertelur pada daun atau buah lebih dari 100 butir. Namun pada saat hujan lebat populasinya akan menurun drastic. Menyerang tanaman dengan mulutnya dengan cara menggigit, mnghisap, menggergaji, atau menusuk.
Bagian tanaman yang diserang adalah daun, batang, dan buah. Bagian tanaman yang diserangnya akan mengalami peubahan warna, bentuk, timbul bisul-bisul, atau buah rontok sebelum waktunya. Jenis tungau merah terkenal sangat ganas. Lebih dari 100 jenis tanaman diserang. Denagn tubuhnya yang sangat kecil, tungau mudah tersebar melalui angina, terbawa manusia, binatang, alat pertanian, biji dan lainnya.
Bakterisida
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
Serangan bakteri pada tanaman cukup merugikan petani. Tumbuhan tingkat rendah yang sangat kecil inin dilihat dari bentuknya ada yang bulat, berbentuk batang, dan spiral. Panjangnya antara 0,15 � 6 mikron dan berkembang biak dengan membelah diri.Dengan ukurannya yang sangaat kecil ini bakteri mudah menerobos masuk dalam tanaman inang melalui luka, stomata, pori air, kelenjar madu dan lentisel.
Pengendalian hama terpadu( PHT)
PHT adalah pengendalian hama tanpa menggunakan bahan kimia seperti pestisida
Contoh       :
Perangkap bubu termasuk kedalam komponen pengendalian fisik dan mekanik, yang merupakan teknik pengendalian yang palong kuno, dilakukan oleh manusia sejak manusia mengusahakan pertanian. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung, mematikan, mengganggu aktivitas dan merubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi tidak sesuai bagi kehidupan hama. Pengendalian dengan perangkap bubu aman akan kesehatan manusia dan lingkungan karena tanpa menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

Thursday, September 1, 2016

Tanaman Kehutanan yang Telah Diperbanyak Secara Kultur Jaringan

Jati (Tectona grandis L.f.) 

Tanaman Kehutanan yang Telah Diperbanyak Secara Kultur Jaringan
BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam bahasa Indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang yang mempunyai fungsi dan bentuk yang sama, culture diterjemahkan sebagai kultur atau pembudidayaan. Sehingga kultur jaringan diartikan sebagai budidaya jaringan/sel tanaman menjadi tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
Street (1977) mengemukakan terminologi, plant tissue culture is generally used for the aseptic culture of cells, tissues, organs, and their components under defined physical and condition in vitro. Atau: Kultur Jaringan adala kultur aseptik dari sel, jaringan, organ, atau bagian lain yang kompeten untuk dikulturkan dalam komposisi kimia tertentu dan keadaan lingkungan terkendali. Thorpe (1990) melanjutkan defenisi tersebut, plant culture/tissue culture,also referred to as in vitro, aseptik, or sterile culture is an important tool in both basic and applied studies as well as in commercial application. Artinya, kultur jaringan dapat didefenisikan sebagai metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dan menumbuhkannya dalam media yang tepat dan kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Salah satu teknik bioteknologi yang sering digunakan adalah kultur sel dan jaringan. Menurut Suryowinoto (1991) kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Kultur jaringan digunakan sebagai istilah umum yang juga meliputi kultur organ ataupun kultur sel. Istilah kultur sel digunakan untuk berbagai kultur yang berasal dari sel-sel yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur primer, atau dari cell line atau cell strain secara enzimatik, mekanik, atau disagregasi kimiawi. Terminologi kultur histotypic akan diterapkan untuk jenis kultur jaringan yang menggabungkan kembali sel-sel yang telah terdispersi sedemikian rupa untuk membentuk kultur jaringan. Kultur sel dan jaringan dapat digunakan pada hewan dan tumbuhan. Kultur jaringan hewan merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kehidupan sel di luar tubuh organisme. Lingkungan sel dibuat sedimikian rupa, sehingga menyerupai lingkungan asal dari sel yang bersangkutan. Sel yang dipelihara bisa berupa sel tunggal (kultur sel), sel di dalam jaringan (kultur jaringan), maupun sel di dalam organ (kultur organ) (Listyorini, 2001)
B.    Rumusan Masalah
Bagaimana proses tanaman Jati dapat di perbanyak dengan baik dan benar lewat kultur jaringan
C.    Tujuan
Mengetahui proses perbanyakan tanaman jati dengan kultur jaringan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Deskripsi dan Perkembangan teknik pembudidayaan pada Jati (Tectona grandis L.f.)
Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara. Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26� C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia, awalnya berasal dari India. Nama ilmiah Tectona gradis L. secara historis � tectona� berasal dari bahasa Portugis ( tekton ) yang berarti tumbuhan yang mempunyai kualitas tinggi. Jati digolongkan sebagai kayu mewah ( fancy wood ) dan memiliki kelas awet yang tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap serta jamur dan mampu bertahan sampai 500 tahun. Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26� C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.
Kingdom         : Plantae
Divisi              : Spermatophyta
Kelas               : Angiospermae
Sub-kelas         : Dicotyledoneae
Ordo                : Verbenales
Famili              : Verbenaceae
Genus              : Tectona
Spesies            : Tectona grandis Linn.
Perkembangan ilmu dan teknik budidaya tanaman, saat ini telah tersedia bahan tanaman jati hasil rekayasa teknis, baik melalui pengembangan benih dari pohon plus maupun teknologi kultur vegetatif. Hasilnya berupa klon atau kultivar tanaman jati dengan daur produksi ekonomis sekitar 15 tahun sehingga dalam kurun waktu relatif singkat dapat diperoleh nilai produksi yang cukup menjanjikan. Perbanyakan atau pengembangan secara kultur jaringan atau kultur tunas merupakan upaya pengembangan tanaman melalui pembiakan sel-sel meristematis dari jaringan tanaman, seperti pucuk/tunas, ujung akar, embrio benih, atau bunga.
Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap, yaitu.
1.  penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih,
2.  sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi,
3.  penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas,
4.  penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan
5.  aklimatisasi
Beberapa persyaratan pohon induk tanaman jati yaitu :
1.  Pohon memiliki kenampakan (performance) tumbuh yang baik, sehat, dan bertajuk rindang.
2.   Tinggi pohon bebas cabang minimal 4 meter.
3.   Tahan gangguan hama dan penyakit.
4.   Memiliki kematangan umur (maturasi) yang optimal (= 15 tahun).
5.   Berbuah sepanjang tahun dan memiliki kapasitas optimal
6.   Memiliki daya kecambah benih = 80%.
Jati menjadi tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama. Kebutuhan akan kayu jati selalu meningkat baik di dalam maupun luar negeri sedangkan populasi dan pasokannya semakin menipis karena siklus umur panen jati konvensional relative lama (sekitar 45 tahun). Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan tanaman jati yang memiliki umur panen relatif cepat (genjah) dengan keindahan dan kualitas serat memadai yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Perbanyakan tanaman jati umumnya dilakukan melalui biji atau bagian vegetatif seperti stek atau sambungan. Untuk menyediakan tanaman jati genjah dalam jumlah banyak, sulit dilakukan melalui cara perbanyakan konvensional (stek atau sambungan). Oleh karena itu, saat ini banyak digunakan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk tujuan perbanyakan bibit telah diaplikasikan pada berbagai tanaman tahunan seperti jati, eukaliptus, akasia, dan lain-lain.
Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.
Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional adalah faktor perbanyakan tinggi, tidak tergantung pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali, bahan tanaman yang digunakan sedikit sehingga tidak merusak pohon induk, tanaman yang dihasilkan bebas dari penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal, tidak membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Sedangkan masalah yang banyak dihadapi dalam mengaplikasikan teknik kultur jaringan, khususnya di Indonesia adalah modal investasi awal yang cukup besar dan sumber daya manusia yang menguasai dan terampil dalam bidang kultur jaringan tanaman masih terbatas.
Masalah lain yang sering muncul adalah tanaman hasil kultur jaringan sering berbeda dengan tanaman induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan metode perbanyakan yang salah, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan melalui organogenesis yang tidak langsung (melalui fase kalus) atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi (Mariska et al., 1992).
Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap, yaitu (1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih, (2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, (3) penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 1984). Pada metode perbanyakan untuk tanaman jati genjah, umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan dengan stek secara konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan jati genjah sering disebut secara stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini adalah tanaman yang dihasilkan stabil secara genetik.
1.    Persiapan Bahan Tanaman
Salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan bahan tanaman yang responsif dan dapat diperbanyak secara kultur in vitro adalah bahan tanaman yang masih muda. Untuk tanaman kehutanan atau tanaman tahunan lainnya daya tumbuh bahan yang akan ditanam sangat diperhatikan (Mariska dan Purnamaningsih, 2001). Daya tumbuh tunas muda akan hilang secara fisik apabila jarak antara ujung tunas dan akar semakin jauh karena pertumbuhan (George dan Sherrington, 1984). Pada tanaman tahunan dewasa, tunas muda yang memiliki daya tumbuh tinggi (juvenil) sering muncul pada bagian tanaman yang dekat dengan tanah atau sering disebut tunas air. Tunas juvenil dari tanaman berkayu tahunan dewasa yang akan digunakan sebagai bahan tanaman untuk kultur jaringan, juga dapat diperoleh dengan cara melakukan pemangkasan berat. Tunas yang muncul setelah pemangkasan dapat digunakan sebagai bahan tanaman. Selain itu, fase juvenil kadang-kadang dapat juga diinduksi dengan cara melakukan penyemprotan tanaman dewasa dengan GA3 atau campuran antara auksin dan GA3 (George dan Sherrington, 1984).
2.    Sterilisasi Bahan Tanaman dan Inisiasi Kultur Aseptik
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media tumbuh harus bebas dari mikroorganisme kontaminan. Tahap sterilisasi sering menjadi kendala utama keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Terlebih iklim tropis seperti Indonesia yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus tumbuh sepanjang tahun. Untuk tanaman tertentu, sterilisasi sulit dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal dari jaringan tanaman.
Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam bahan tanaman dalam larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik dengan menggunakan satu macam maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk sterilisasi antara lain alkohol, natrium hipoklorit (NaOCl), kalsium hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl2), dan hidrogen peroksida (H2O2).
3.    Tahap Induksi dan Elongasi Tunas
Pada tahap ini, penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah dikembangkan Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang, media dasar Murashige dan Skoog (MS)  merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas tanaman jati, media MS merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, selain itu modifikasi media MS juga banyak digunakan.
Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas. Umumnya media yang digunakan pada tahap induksi tunas jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin) atau kombinasi keduanya dengan konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Gupta et al. (1980) menggunakan media dasar MS ditambah kinetin 0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas ujung dan batang satu buku.
Media kultur dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l gula serta pH media 5,8. Eksplan yang digunakan pada tahap induksi dapat berupa tunas apikal atau tunas adventif yang berasal dari batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap induksi tunas yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan. Umur biakan pada tahap induksi tunas sekitar 3 minggu.
4.    AKLIMATISASI
Aklimatisasi dapat didefinisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi pada lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting karena akan menentukan apakah tanaman yang berasal dari in vitro dapat beradaptasi atau tidak pada kondisi in vivo. Umumnya biakan hasil kultur jaringan yang akan diaklimatisasi harus berupa planlet artinya biakan harus mempunyai perakaran dan pertunasan yang proporsional. Akan tetapi pada perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan, biakan yang akan diaklimatisasi berupa biakan tanpa akar (stek mikro).
Induksi perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi dengan terlebih dahulu merendam atau mencelupkan bagian dasar batang dalam larutan yang mengandung senyawa auksin seperti IBA dan NAA atau dengan Rooton F. Biakan yang berasal dari tahap elongasi yang akan diaklimatisasi dan diinduksi perakarannya harus terlebih dahulu dibuang bagian kalusnya dan dibersihkan pada air mengalir. Harus diperhatikan pula bahwa dalam proses aklimatisasi tunas jati memerlukan kelembaban yang cukup dan media tumbuh tidak terlalu basah.
Media sebaiknya disterilisasi dahulu dengan pemanasan dan tekanan uap. Media yang telah disterilisasi dapat diletakkan dalam bak plastik atau bak semen yang ada di kamar kaca. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penyungkupan dengan plastik, sedangkan untuk mempercepat pertumbuhan bibit, penyemprotan dengan pupuk daun seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil sangat dianjurkan pada umur 1 minggu satelah tanam. Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada. Umur bibit tanaman jati genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan ke lapang (bibit siap salur) berumur sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm.
Tahap inisiasi, eksplan tanaman jati sering menunjukkan gejala pencoklatan ( browning ) pada media di sekitar potongan eksplan. Keadaan ini disebabkan karena oksidasi dari senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari eksplan in vivo. Oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat menghambat bahkan bersifat toksik bagi pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu dihadapi pada tahap awal penanaman eksplan yang berasal dari lapang atau kamar kaca ( Siregar, 2005 ) .
Berbagai cara untuk menanggulangi masalah pencoklatan telah dilakukan, misalnya dengan penggunaan bahan anti oksidan (seperti polivinyl pirolidone atau PVP pada konsentrasi 0,01-2% dan asam askorbik sebanyak 50-200 mg/l) baik sebelum eksplan ditanam pada media maupun penambahan bahan tersebut pada media kultur atau kombinasi keduanya. Pendekatan lain untuk menanggulangi masalah pencoklatan pada kultur tanaman jati, yaitu dengan subkultur atau transfer eksplan secara periodik dengan perlakuan waktu yang berbeda. Sumber eksplan yang digunakan berasal dari tanaman jati terpilih berumur 45 tahun ( Siregar, 2005 ).
Media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah dikembang-kan. Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang, media dasar Murashige dan Skoog (MS)  merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas tanaman jati, media MS merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, selain itu modifikasi media MS juga banyak digunakan. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas. Umumnya media yang digunakan pada tahap induksi tunas jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin) atau kombinasi keduanya dengan konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Media dasar MS ditambah kinetin 0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas ujung dan batang satu buku. Media kultur dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l gula serta pH media 5,8 ( Siregar, 2005 ).
Eksplan yang digunakan pada tahap induksi dapat berupa tunas apikal atau tunas adventif yang berasal dari batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap induksi tunas yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan. Umur biakan pada tahap induksi tunas sekitar 3 minggu. Pada umur tersebut biakan sudah berada pada kondisi yang optimal untuk dipindahkan pada tahap elongasi.
Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada. Umur bibit tanaman jati genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan ke lapang (bibit siap salur) berumur sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm.
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Kultur jaringan tanaman adalah teknik perbanyakan tanaman secara bioteknologi. Perbanyakan bibit secara kultur jaringan menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu di biakkan secara in vitro, dan menghasilkan bibit-bibit tanaman dalam jumlah banyak pada waktu singkat, serta sifat dan kualitas sama dengan induknya.
Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relative singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan tanaman induk. Dari teknik kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman baru yang bersifat lebih unggul.
Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dikelompokan menjadi dua, yaitu garam garam anorganik dan zat organik.Garam anorganik dibedakan lagi menjadi unsur makro dan unsur mikro.  Unsur makro adalah unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar, yaitu Nitrogen(N), Fospor(P), Kalium(K), Sulfur(S), Kalsium(Ca), dan Magnesium(Mg). Unsur NPK adalah unsur yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman, sedangkan unsur S, Ca, dan Mg boleh ada dan boleh tidak. Unsur mikro adalah unsur yang diperlukan tumbuhan dalam jumlah kecil. Unsur yang termasuk unsur mikro adalah  Klor(Cl), Mangan(Mn), Besi(Fe), Tembaga(Cu), Seng(Zn), Bor(B), Molibdenum(Mo).