Jakarta (ANTARA) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu, mengakui ada kerusakan
lingkungan yang terjadi di Komodo, Nusa Tenggara Timur, yang harus
segera diatasi.
"Kami juga paham ada masalah (di Komodo)," kata Menteri Mari Pangestu di Jakarta, Kamis. Pihaknya sendiri melihat kerusakan terumbu karang yang terjadi di "underwater" wilayah Komodo bukan semata disebabkan ulah oknum yang tidak bertanggung jawab yang menangkap ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.
Namun, kerusakan juga terjadi karena mulai berkembang organisme parasit seperti star fish yang memangsa koral-koral hingga rusak.
"Tetapi tetap saja kami paham ada masalah yang harus segera diatas mengingat kerusakan yang terjadi," katanya.
Menurut dia, solusi untuk persoalan itu harus komprehensif dengan meningkatkan pengawasan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait sekaligus meningkatkan pengawasan yang telah dilakukan.
Selain itu, ia menekankan perlunya edukasi bagi masyarakat setempat agar bisa mengubah perilaku dalam hal menangkap ikan supaya tidak menggunakan peralatan yang merusak.
"Kita harus berikan edukasi untuk mengubah perilaku mereka dan juga harus mencari alternatif income bagi mereka," katanya.
Sebelumnya, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menyatakan sangat khawatir mengingat tingkat kerusakan di Komodo, Nusa Tenggara Timur, belakangan ini semakin hebat.
"Pengrusakan di Komodo semakin hebat, kita harus mulai melakukan sesuatu," kata Ketua Umum GIPI, Didien Junaedy.
Pihaknya mengaku mendapatkan laporan dan teguran baik melalui surat elektronik maupun secara langsung dari banyak aktivitas lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat dari dalam dan luar negeri.
Ia menambahkan, pantauan langsung di lapangan juga memprihatinkan di mana di area larangan atau "no take zone" yang seharusnya menjadi area konservasi justru menjadi tempat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan jaring yang merusak.
"Kerusakan terutama di daerah no take zone, sekarang banyak orang memancing dengan dinamit. Sekarang orang berani termasuk umum untuk menangkap ikan menggunakan net atau juga potas yang merusak," katanya.
Pihaknya sedang membahas persoalan itu dengan melakukan pertemuan bersama pemangku kepentingan terkait agar dapat menemukan solusi terbaik.
"Kami sedang `meeting` salah satunya berupaya untuk menyumbangkan jagawana-jagawana baru untuk meningkatkan pengawasan di daerah itu," katanya.
Ia juga meminta semua pihak untuk turut serta peduli pada keberlanjutan ekosistem di wilayah itu mengingat mass tourism juga berdampak pada tingkat kerusakan yang lebih tinggi.
"Di Komodo kita juga harus mempertimbangkan caring capacity," katanya.
sumber