Propellerads

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, April 27, 2016

Steller, Generasi Micro Blogging Baru?

Seorang kawan ngepost link website. Saya pun coba klik. Agak asing. Media sosial baru, menurutku. Saya gunakan google chrome sebagai peramban. Saya pun kemudian daftar dengan sign in with facebook
Blar. Begini tampilannya.

Jika dilihat di lamannya (www.steller.co), Steller adalah sosial media berbasis foto, video, dan teks. Gabungan ketiganya ini akan menjadi semacam majalah atau album mini. Jadi, kamu bisa memasukkan foto dan videomu serta menyertakan cerita pendek di balik foto dan video tersebut. Bisa jadi semacam diari perjalanan juga.

Setelah path, Instagram dan beberapa media sosial lain. kini, Steller.co mulai merambah Indonesia. Tawaran tawaran media sosial dengan fitur masing-masing menjadikan pegiat sosial media melupakan diri sendiri dan orang lain.

Tak dipungkiri sayapun terjebak.

Tuesday, April 26, 2016

Sebelum acara Gambang Syafaat April

Jaringan komunikasi grup WhatsApp selalu menyenangkan. Hadir memberikan informasi. Salah satu grup yang menurutku sedikit berbeda dengan grup lain adalah Forum Komunikasi Gambang Syafaat. Gambang syafaat adalah Simpul maiyahan Nusantara area Semarang dan sekitarnya.

Maiyah Nusantara ialah pengajian dan ruang diskusi publik di bawah naungan Cak Nun yang tersebar di beberapa daerah.

Mengapa berbeda? Karena perlahan-lahan saya mulai belajar intelektualitas dasar Islam yang dikaji jaringan ini. Agak konyol sebetulnya jika dibandingkan dengan pengajian lain. Pengajian lain, mungkin, dituntut untuk menerima apapun dari apa yang dibicarakan. Namun dalam maiyahan justru siapapun yang datang, setidaknya, memikirkan apa yang dibicarakan. Kadang malah makin mumet memikirkannya setelah pengajian.

Pengajian pun kadang diselingi guyonan jawa yang turut menyegarkan jamaah sehingga durasi 4 jam tidak terasa menjenuhkan.

Saya akan bercerita sedikit mengenai grup WhatsApp tadi. Sejak saya dimasukkan grup itu 4 April 2016. Saya mulai berinteraksi dengan tim Gambang Syafaat. Mulai bertanya proses sebelum maiyahan, yang diselenggarakan setiap bulan pada tanggal 25 Masehi, hingga acara tersebut dimulai.

Kebetulan malam lalu (25 april), salah satu admin grup, Ali Fatkhan, mengajak penghuni grup untuk bercengkerama. Kami pun dikumpulkan di sekretariat Ikatan pemuda Masjid Baiturrahman (IKAMABA) setelah maghrib. Beberapa orang dalam grup hadir.

Saya yang kebetulan datang lebih awal menyempatkan bertanya-tanya. Ibarat anak baru dalam sebuah organisasi. Maksud tujuan hingga nanti apa yang perlu dibantu.

Ali Fatkhan, yang kebetulan ditugasi sebagai pemantik tema, bercerita gabungnya dia di Gambang Syafaat. "Saya baru sebelas bulan ini bergabung intens di Gambang Syafaat. Karena makin tertarik saya pun ikut kecemplung dengan kegiatan-kegiatan ini" ungkap Ali Fatkhan. Menurut penuturannya, dia terjebak sebagai pemantik tema karena pos itu yang belum terisi. Penggiat Gambang Syafaat, harus mau mengorbankan diri (menabung kerelaan, maksudnya) untuk menjaga agar kegiatan maiyahan berjalan setiap bulannya.

Kemudian dia pun menyampaikan maksud dikumpulkan teman-teman di grup. "Setiap anggota penggiat Gambang Syafaat, sudah dapat plot masing-masing. Tetapi ada satu yang kurang di Gambang Syafaat ini. Kami harap ada teman-teman yang nanti di grup bisa ikut andil. Terus terang, kami kekurangan bagian reportase." terangnya.

Selang beberapa menit. Azis dan Sentosa datang disusul kemudian Yusuf, Alumni UIN walisongo, turut hadir juga. Setiap orang diminta untuk cerita latar belakang dan ketertarikan ke Gambang Syafaat.

Azis pun bercerita. "Saya sering kali ke Mocopat Syafaat (Kasihan, Bantul) setiap tanggal 17. Dan setiap tanggal 25, dan sebisa mungkin meluangkan waktu di Gambang Syafaat".

Obrolan ini berlanjut hingga adzan isya berkumandang.

Kami diberi informasi menarik dari Ali Fatkhan.
"Maiyahan, ibarat warung yg menyediakan nasi pecel prasmanan, setiap jamaah meramu sendiri dg takaran masing2. Sedangkan pengajian lain ibaratnya menyediakan Siomay dan Bakso, yang sudah siap saji paket menunya. Di Maiyahan kita boleh makan, dengan porsi berbeda-beda. Mau makan sampai kepedasan atau tak habis juga silakan " lanjut Ali Fatkhan.

Karena di IKAMABA tidak ada pengisi dahaga. Kami diajak ke warung padang, belakang IKAMABA, yang berjarak tak kurang 10 meter.

Obrolan dilanjutkan di warung Padang ini.

Teman Azis dan Sentosa juga hadir, aku lupa namanya, di warung ini. Ali fatkhan pamit izin ke toilet. Kami ceritakan pengalaman kami di setiap maiyahan yang kami hadiri.

Selang lima menit kemudian, Ali Fatkhan, kembali. Kami ngobrol ngalor ngidul, apa saja. Sedang asyik mengobrol, Ali Fatkhan menerima telepon. Seseorang di seberang telepon, yang akhirnya kami ketahui, tak lain Drs Ilyas, dosen hukum Unnes. Sarung batik dan baju putih, dengan badan agak subur ini, menemui kami. Kemudian berjabat tangan. Satu per satu dari kami ditanyai mengenai latar belakang.

Saya pun tak luput dari pertanyaan sederhananya : Sibuk apa mas, kuliah, kerja?. Karena pak Illyas duduk dekatku. Dia menanyaiku pertama.

Saya pun menjawabnya : Kuliah di (....) (menyebut salah satu universitas swasta di Semarang), jurusan teknik, pak.
"Siapa nama rektormu?" lanjutnya.
Saya mengingat nama rektorku. Terus terang, aku tak ingat namanya. Karena kelemahanku mengingat nama seseorang yang tak kukenal baik. Dan kebetulan rektor lama ganti rektor baru, rektor lamaku, Noor Ahmad baru saja dilantik jadi DPR RI, sehingga rektor baru saya tak ingat.

Saya alibi pada pak Ilyas. Kemudian pak Ilyas, berkomentar : "wong rektornya sendiri saja tidak tahu. Itu ironi bagi mahasiswa". Komentarnya bernada guyon. Namun pukulan bagiku.

Pak Ilyas menjelaskan berbagai polemik mahasiswa saat ini. Mahasiswa kehilangan jati diri sebagai Maha-Siswa. Sengaja aku tulis seperti ini, sebagai tanda kebesaran siswa, yang dianggap agent of change . Namun nama rektor tak dikenal.

Obrolan gayeng pun harus kami akhiri mengingat maiyahan 25 April 2016 segera dimulai, dan jam dinding menunjukkan pukul 20.10. Dan bertajuk Tadabbur Selfie

Friday, April 15, 2016

Kenangan di Kudus

Smartphone bergetar pukul 20.00, pemberitahuan dari Line. Sepupu beri kabar agar saya ikut truknya. Saya lalu telpon kantor untuk pastikan truk berangkat. Eh gak nyangka jam delapan tadi truk sampai Kudus. Saya bergegas menemuinya ke Kudus. Mampir bentar, minum es jeruk di angkringan langganan. Segelas es jeruk cukup mengisi kerongkongan.

Selesai minum saya menyetop bus di pinggir jalan. Tak lama pukul 20.38 saya dapat bus. Naik bus dengan ongkos Rp. 7.000 (sewaktu SMA di kudus, sampai 2009, ongkos Rp. 3000).

Pelan bus merambat di jalan. Tak terasa setengah jam saya berdiri diantara penumpang lain. Agak pegal. Karena Dua puluh kilometer lebih saya berdiri.

Sesampai di Kudus. Saya minta turun di RS Mardi Rahayu. Depan RS. Mardi Rahayu, biasanya truk kami, parkir untuk isi es batu. Belum sampai mardi rahayu, bus yang saya tumpang berbelok arah kanan menuju lingkar tanjung dari Lampu merah perempatan PT. Pura Barutama, Jati.

Sial. Kondektur memaki supir yang tak memberitahu akan lewati situ. Sayapun bergerak turun diantara sesaknya penumpang bus. Gantian saya mengumpat : "Sial!! Kenapa harus diturunkan di sini."

Sayapun harus berjalan kaki dari lampu merah ini menuju pabrik es yang berjarak hampir 2km. Agak cepat saya jalan. Sembari mengingat masa silam di Kudus. Sepanjang jalan beberapa bangunan nampak baru. Tak seperti saat saya sekolah, dulu.

Jika jalan kaki seperti ini. Saya akan Flasback masa di sekolah. Dulu, tiap pagi, saya juga harus jalan kaki hampir dua kilometer, di pinggir jalan menuju sekolah, tanpa rasa capek. Dan Sekarang terulang. Tapi lumayan pegal untuk berjalan kaki.

Hampir 15 menit kaki melangkah. Saya melihat truk kami, terparkir di Pabrik es.
Karena kebetulan supir baru, saya sempat salah menyapa orang. Orang yang kusapa bukan supir truk tersebut. Tetapi, pegawai pabrik es. Agak canggung. Saya pura-pura kenal saja dan mengobrol.

Banyak cerita yang diungkapnya. Satu persatu memori muncul, sembari ingat beberapa tempat. Dia agak kaget, ketika saya tahu nama-nama tempat di kota ini. Djarum, Pabrik Gula Rendeng dan nama lain. Desa dengan hasil panen tebunya. Letak strategis pabrik rokok berdiri hingga nama sekolahku.

Kudus, 15-04-2016
Mampir kesini ya.

Cerita : Jumat Berkah (?)

Di kampus, saya menemui 2 dosen, Kaprodi, dan pengampu tribologi  yang menyambi beberapa mata kuliah lain. Pertemuan itu membahas tawaran Tugas Akhir. Kaprodi kutemui karena meminta izin untuk pindah kelas lain, karena UTS bertabrakan. Sekaligus menanyakan tawaran tugas akhir.

"Permisi, pak" kataku.
"Kamu lagi, har. Ada apa? Dispensasi lagi?" ujar Kaprodi.
"Bukan kok pak. Saya mau tanya dua hal. Pertama, UTSku bersamaan bagaimana pak? " jawabku.
"Kok bisa bersamaan, apa kamu gak lihat jadwal?" sambil cari surat pemindahan jadwal UTS. 
"Ini diisi" lanjutnya.

"Sudah kok, pak. Sejak awal sudah tabrakan. Karena memang saya mengulang mata kuliah tersebut." jelas saya sembari menyerahkan surat dari beliau.

Kaprodi itu lalu mengecek surat itu. Beberapa kata diubah dengan bolpoin. Dan menyerahkan pada saya.

Saya pun kemudian bertanya padanya. "Bapak, maaf. Kira-kira punya tema untuk Tugas akhir apa?"
"Kamu yakin bisa? Soalnya kamu paling lambat di antara temanmu lain" sembari menjawab pesan singkat di Whatsapp-nya. Nada dering grup terdengar samar.
"Kalau saya mau paksa diri sendiri, saya mampu kok pak. Buktinya Kerja Praktek kemarin cuma 1 semester" sanggahku, optimis.

"Kalau kamu mau, kamu teliti bahan rem di laboratorium. Kemarin ada adik kelasmu, ada yang mau ambil tema itu. Kamu gabung dengan dia" Kaprodi menjelaskan.

"Kira-kira untuk penelitian Tugas Akhir itu berapa pak?" alibi saya melarikan diri. Karena memang untuk masalah biaya nyerah kalau mahal.
"Buat alat uji rem cakram +/- 1.500.000, kalau kamu mau dengan adik kelasmu. Bisa dibagi dua."
"Iya, pak" sekaligus pamit.

Setelah menemui Kaprodi tersebut. Saya menemui dosen Tribologi. Mumpung masih ingat materi yang disampaikan kemarin kamis. 

Karena beliau sedang berbincang dengan staf. Saya pun menunggu, sembari melihat laboratorium. Dosen ini berkantor di lab. 

Setelah selesai berbincang. Saya ke tempat duduknya. 

"Mesti neg meh bimbingan, diskusi, opo liyane wektune dipepetke. Ben ora ono kuliah, sakwise iki. (pasti kalau mau bimbingan, diskusi, atau lainnya di waktu yang mepet. Biar tak ada kuliah setelah ini.)" ungkap beliau sembari memakai sepatu. 
"Saya bukan mau bimbingan atau apa, pak. Saya cuma minta waktu bapak sebentar saja. Dan membahas Tugas Akhir yang bapak tawarkan kemarin. Boleh?" rayuku. Dosen ini, pernah bimbing saya Kerja Praktek dan menjudge saya sebagai mahasiswa keras kepala.

"Iya silakan. Tapi waktunya gak banyak?" mendongakkan kepala sambil lihat jam. Jam menunjukkan 09.40 WIB.

"Saya juga tahu pak. Karena saya juga kuliah di kelas bapak hari ini." saya memelas.

"Kalau kamu mau ambil judul yang kemarin. (Saya sengaja tak jelaskan apa penelitian saya nanti. Karena ini berkaitan dengan program kerja Universitas pada mahasiswanya) Beberapa hal juga harus kamu pelajari." jelasnya sambil melihatku.

Saya lalu mengambil buku catatan. Menulis beberapa hal penting.
"Kamu harus punya Ansys 15, entah bagaimana caranya, untuk pembelajaranmu. Di lab, ada programnya, kalau kamu mau. Tapi kamu juga harus menguasai materi itu. Cari tutorial tersebut. Nanti teknisnya bisa kami mintai tolong mahasiswa Universitas lain untuk membantumu. Kamu cari juga paper, jurnal, atau karya ilmiah lain. Nanti kita pelajari." panjang lebar dia jelaskan seperti itu. Saya berulang kali tanya, untuk catatan. 

Setelah penjelasan itu, beliau kembali melihat jam dinding dan menunjukan pukul 09.50. Dan bersiap ke kelas. Saya pun mengular dibelakangnya.
Di kelas, saya tak perhatikan mata kuliahnya. Karena pengulangan mata kuliah beliau, sedikit saya paham. Beliau berpesan, kuliah akan berjalan 30 menit. Saya pun sibuk dengan smartphoneku, sembari cari materi yang disarankannya. Tak terasa penjelasan di kelas berjalan sesuai janjinya.

Saya keluar kelas, kemudian menemui kawan angkatan atas saya. Kami pun mengobrol sebentar. Kemudian Saya mengajukan tawaran tugas akhir bersamanya. Diapun antusias. Kami bertukar nomor handphone untuk kelanjutan nanti.

Di Asrama Kampus.

Pulang dari kampus saya menuju ke kamar. Beristirahat sejenak. Sayup-sayup terdengar suara tape recorder dari masjid. Sesekali mataku tak mau diajak kompromi. Kupaksa agar tetap melek. Untuk membunuh ngantuk kudengar salah satu lagu dari handphone kawan. Efek rumah kaca featuring Barasuara berjudul 'Sebelah mata' live konser. Salah satu lagu pembangkit mood. Bosan menunggu azan tak berkumandang. Saya coba telpon kantor. Menawarkan diri untuk isi weekend. Setelah selesai berbincang melalui handphone.

Beberapa menit kemudian, panggilan alam terdengar. Suara yang tak asing bagi siapapun. Panggilan untuk salat jumat.

Ada kawan saya, sebut saja R, yang punya hobi unik yang sama denganku. Malam untuk begadang dan pagi hingga siang digunakan untuk tidur. Bagi sebagian ahli kesehatan hobi ini kategori gejala skizofrenia. Tapi bagi kami, hobi ini cara menyendiri yang baik. Karena otak seolah bersih tanpa beban pikiran seperti siang yang disibukkan aktivitas. Cara ini efektif untuk menulis atau berdoa.

Kemudian saya bangunkan dia. Saya bisikkan ke telinganya, dan menggoyangkan tubuhnya : "Ndes tangi, mengko neg mati lho". Kuucapkan berulang.  Dia paham caraku membangunkan tidurnya. "hmmm..." bergumam dan membuka matanya.

Saya pun menuju kran, berwudu. Sementara dari kamar mandi ada kawan lain keluar. Sebut saja B. Lalu, Dor..dor..dor..dor.. menggedor pintu dengan sangat keras. Saya tahu, R, sudah bangun. Selesai wudu saya menemui B.

Saya coba ajak bicara : "le nggugah kancane rodo alun, opo ora iso? Lawange ora digedor, ora iso po? (Bangunkan teman agak pelan, apa tidak bisa? Pintu tidak digedor apa tidak bisa?)"
Diapun menyangkal : "ben tangi, wayahe jumatan (biar bangun, waktunya salat jumat)"

Saya kembalikan sikap dia kalau dibangunkan :"koe wae nguripke alarm jam 3 rak tangi, opo iku rak nganggu? Digugah pas kon salat wae, angel kok, gedor-gedor kancane? (Kamu saja hidupkan alarm jam 3 tidak bangun. Apa itu tidak mengganggu? Dibangunkan untuk salat saja, susah kok, gedor-gedor temanmu?)"
Dia kemudian menyontohkan pengalaman dibangunkan gurunya : "aku wae biyen ditangiake guruku digedor-gedor ben tangi.(aku dulu kalau dibangunkan guruku digedor-gedor biar muridnya bangun).

Karena tak mau terusan debat. Saya meninggalkannya. Lalu menuju masjid. Saya duduk di serambi masjid dengarkan khotbah. Khatib berkhotbah gafatar sebagai aliran sesat. Karena bosan bahasan menyesatkan orang saya pura-pura dengar.

Khotbah selesai, lalu muadzin iqamat.
Kami berjamaah salat jumat. Rakaat pertama, sang imam enak bacaan alqurannya. Rakaat kedua pikiran saya ambyar karena mengingat kejadian sebelum berangkat masjid.



Semarang-Demak, 15 April 2016
Baca juga MEMAHAMI CERITA

Thursday, April 7, 2016

Enkripsi Baru WhatsApp

Setelah beberapa bulan lalu menggratiskan selamanya bagi pengguna media sosial ini. Kini, WhatsApp menggunakan enkripsi baru untuk memberikan kenyamanan. Fungsinya menjaga privasi penggunanya.

Dalam situs resminya WhatsApp mengungkapkan: " Privasi dan keamanan ada dalam DNA kami, oleh sebab itu kami memiliki enkripsi end-to-end pada versi-versi terbaru aplikasi kami. Ketika terenkripsi secara end-to-end, pesan-pesan, foto, video, pesan suara, dokumen, dan panggilan Anda diamankan dari kemungkinan jatuh ke tangan yang salah.
Enkripsi end-to-end tersedia ketika Anda dan orang-orang yang Anda kirimi pesan berada pada versi-versi terbaru WhatsApp.
Enkripsi end-to-end WhatsApp memastikan bahwa hanya Anda dan orang yang berkomunikasi dengan Anda sajalah yang dapat membaca apa yang telah dikirimkan, dan tidak ada orang lain di antara Anda, bahkan WhatsApp. Pesan-pesan Anda diamankan dengan sebuah kunci, dan hanya penerima dan Anda sajalah yang memiliki kunci spesial yang diperlukan untuk membuka dan membaca pesan Anda. Untuk keamanan tambahan, setiap pesan yang Anda kirimkan memiliki kunci yang unik. Semua ini terjadi secara otomatis: tidak perlu mengaktifkan pengaturan tertentu atau menyiapkan sebuah chat spesial yang bersifat rahasia untuk mengamankan pesan-pesan Anda."  baca selengkapnya FAQ WhatsApp.



Dalam security WhatsApp juga menjelaskan :
"Enkripsi end-to-end WhatsApp tersedia ketika Anda dan orang-orang yang Anda kirimi pesan menggunakan versi-versi terbaru aplikasi kami. Banyak aplikasi perpesanan lain hanya mengenkripsikan pesan-pesan antara Anda dan mereka, tetapi enkripsi end-to-end WhatsApp memastikan bahwa hanya Anda dan orang yang berkomunikasi dengan Anda sajalah yang dapat membaca apa yang telah dikirimkan, dan tidak ada orang lain di antara Anda, bahkan WhatsApp. Hal ini karena pesan-pesan Anda diamankan dengan sebuah kunci, dan hanya penerima dan Anda sajalah yang memiliki kunci spesial yang diperlukan untuk membuka dan membaca pesan-pesan Anda. Untuk keamanan tambahan, setiap pesan yang Anda kirimkan memiliki kunci yang unik. Semua hal ini terjadi secara otomatis: tidak perlu mengaktifkan pengaturan tertentu atau menyiapkan sebuah chat spesial yang bersifat rahasia untuk mengamankan pesan-pesan Anda.
Berbicara dengan Bebas
Panggilan WhatsApp memampukan Anda untuk berbicara dengan teman-teman dan keluarga Anda, bahkan jika mereka berada di negara lain. Sama halnya dengan pesan-pesan Anda, panggilan WhatsApp Anda juga terenkripsi secara end-to-end sehingga WhatsApp dan pihak ketiga tidak dapat mendengarkannya.
Pesan-pesan yang Tetap Beserta Anda
Pesan-pesan Anda harus berada di tangan Anda. Oleh karena inilah WhatsApp tidak menyimpan pesan-pesan Anda di server kami sesudah kami mengirimkannya, dan enkripsi end-to-end berarti WhatsApp dan pihak ketiga tidak dapat membacanya pula.
Pastikan Sendiri
WhatsApp memampukan Anda untuk memeriksa apakah panggilan yang Anda lakukan dan pesan-pesan yang Anda kirimkan terenkripsi secara end-to-end. Cukup temukan indikator ini di halaman info kontak atau info grup.
Dapatkan Rinciannya
Silakan baca sebuah ulasan teknis yang mendalam tentang enkripsi end-to-end WhatsApp, yang dikembangkan dalam sebuah kolaborasi dengan Open Whisper Systems." seperti dilansir di situs Keamanan WhatsApp

Kita bisa melihat keamanan tersebut melalui percakapan di grup ataupun antar personal




Wednesday, April 6, 2016

Slilit sang Kiai

Oleh : Emha Ainun Najib ( Cak Nun ) 10 September 1983


Tidak jelas apa bahasa Indonesianya, tapi biasa disebut slilit. Kalau habis ditraktir makan sate, biasanya ada serabut kecil sisa daging nyelip di antara gigi -----itulah slilit.
Slilit sama sekali tak penting. Tak pernah jadi urusan nasional. Tak terkait dengan kampanye pembangunan. Koran tak pernah meng-cover-nya. Para ilmuwan atau penyair tak pernah mengingatnya. Bahkan, satu-satunya produksi ekonomi yang punya urusan dengannya disebut "tusuk gigi"-----bukan "tusuk slilit". Padahal, slilit-lah yang ditusuk.


Namun, begitulah, slilit pernah memusingkan seorang kiai di alam kuburnya, bahkan mengancam kemungkinan suksesnya masuk surga. Ceritanya, dia mendadak dipanggil Tuhan, sebelum santrinya siap untuk itu. Murid-murid setia itu, sesudah menguburkan sang kiai, lantas nglembur mengaji berhari-hari---agar diperkenankan bertemu ruh beliau barang satu dua jenak. Dan Allah Yang Maha Memungkinkan Segala Kejadian akhirnya menunjukkan tanda kebesaran-Nya dalam mimpi para santri itu. Ruh kiai menemui mereka.

Terjadilah wawancara singkat, perihal nasib sang Kiai di "sana". "Baik-baik,Nak. Dosa-dosaku umumnya diampuni. Amalku diterima. Cuma ada satu hal yang membuatku masygul. Kalian ingat waktu aku memimpin kenduri di rumah Pak Kusen? Sehabis makan bareng, hadirin berebut menyalamiku, hingga tak sempat aku mengurus slilit di gigiku. Ketika pulang, di tengah jalan, barulah bisa kulakukan sesuatu. Karena lupa enggak bawa tusuk slilit, maka aku mengambil potongan kayu kecil dari pagar orang. Kini, alangkah sedihnya: aku tak sempat meminta maaf kepada yang empunya perihal tindakan mencuri itu. Apakah Allah bakal mengampuniku?"

Para santri pun turut berduka. Kemudian membayangkan, alangkah lebih malangnya nasib sang Kiai bila slilit di giginya itu, serta tusuk yang dicurinya itu, sebesar gelondongan kayu raksasa di hutan Kalimantan. Lebih-lebih lagi kalau menyamai Hotel Asoka atau Candi Borobudur, setidaknya satelit Pallapa.


Ada satu intensitas ruhani tertentu dari hidup manusia. Yakni, tempat Tuhan itu mutlak. Tempat pahala begitu sakral, dan dosa begitu menakutkan lebih dari Banaspati. Intensitas itu tentunya bergantung pada bagaimana seseorang mengolah dirinya dalam hidup.

Meski demikian, hak itu sebenarnya naluriah saja. Tanpa mengenal konsep dosa secara agama pun, orang menebang pohon angker dan jatuh sakit menganggap penyakitnya karena dosa kepada yang punya dan menjaga pohon itu. Ada juga yang merasionalisasi: karena tindakan penebangan itu merusak sistem ekologis. Seorang Indian Wintu di California berkata pilu :
"Orang-orang kulit putih ini tak pernah mencintai tanah, rusa, atau beruang. Jika kami makan daging, kami tak menyisakannya. Jika kami memerlukan akar, kami bikin lubang bukan mencerabutnya. Kami tak menumbangkan pohon. Kami hanya memakai kayu yang sudah mati. Tapi, orang kulit putih membajak tanah, merobohkan pohon, membunuh segala yang dikendaki. Pohon-pohon menangis, 'Jangan! Aku luka dan sakit !'----tapi mereka mencerabutnya, memotong-motongnya. Ruh tanah benci mereka! Mereka meledakkan batu-batu, gunung-gunung kecil, menghamparkannya di tanah sehingga tidak bisa bernafas. Batu-batu mengaduh, 'Jangan! Aku pecah dan sakit!'----tapi mereka tak ambil peduli. Bagaimana ruh batu menyanyangi mereka, rusaklah segala sesuatu itu ...!"

Naluri jernih suku Wintu bagau menyindir sejarah, sesudah kepunahan bangsa kulit merah. Manusia dengan kecerdasan berhasil menaklukkan alam, menggenggamnya, mengeksplorasinya, mengeksploitasinya, menyulap menjadi surga impian, memakannya, menghabiskannya, menguras, dan mengenyamnya, demi kelayakan-kelayakan yang irrasional dan mubazir, bagai direncanakan untuk menyegerakan berbagai kehancuran yang ditutup-tutupi.

Jika naluri suku Wintu bisa disebut identik dengan kesadaran dosa, pada zaman serba-penaklukan ini rumusan dosa telah begitu sukar diperoleh. Segalanya serba-berkaitan, semrawut dan membenang kusut, menjadi tidak penting, juga di negeri yang bangsanya nampak begitu religius. Kata "Tuhan" disebut ratusan kali setiap hari. Konsep dosa tidak memiliki fungsi di hampir setiap kebijaksanaan yang menyangkut orang banyak. Konsep dosa hanya tersisa di bagian pinggiran dari urusan pokok masyarakat.

Dan di bagian pinggiran itulah hidup Pak Kiai, yang sangat masygul akibat dosa slilit-nya.



Diambil dari kumpulan cerpen yang dibukukan dengan judul yang sama.

Tuesday, April 5, 2016

Tujuh Belas Ribu Kartu Nama

Oleh : Cak Nun , 8 Oktober 1983

Bersurat kepada seseorang yang "selama tujuh tahun, tiap hari, pukul 11 siang hingga 2 malam, bergaul di tengah ribuan hostes, massage girls atau apa pun namanya di tiga streambath terkenal". Sesudah membaca tulisan saya tentang "martabat wanita modern", ia tulis surat imbauan itu karena "banyak pertanyaan di benakku yang tak mendapat jawaban".
Ia membantah asumsi saya tentang motivasi ekonomis para pelacur. Karena "delapan dari sepuluh 'wanita ribuan' yang kuamati itu rata-rata sudah punya rumah, cukup mewah, bahkan sampai dua biji, biasanya yang satu dikontrakkan". Dikatakan jarang yang sekadar punya motor roda dua. Tabanas mereka aduhai. Penghasilan selama empat bulan rata-rata tujuh belas juta rupiah, bisa untuk membeli Honda Accord mutakhir. Bagaimana mungkin?
"Tiap hari mereka meladeni lima sampai tujuh pamong negeri kelas menegah. Ada hostes top kerja lima tahun punya 17.000 kartu nama. Saingannya kerja enam tahun dapat 15.000 kartu nama. Bonus ekstra mereka selalu fantastis." Oke. Tapi apa sesungguhnya "kartu As" mereka ini, hingga memperoleh duit begitu banyak?
"Ialah bermain tidak hanya di tempatnya!" Baiklah sebut nama Allah, tapi yang dimaksud tentu anu, anu, dan anu (maaf, ini sudah disensor---red.). Jumlah angka tentu gampang diterobos, karena negoisasi dilakukan pada kondisi psikologi yang revolusioner dan penuh nafsu dan kesusu.
Tentu "dampak kultural"-nya macam-macam. "Di rumah, mereka tak puas melayani suami sehabis di 'kantor' makan 6-7 manusia. Soal buang air seni terasa panas dan perih, itu biasa. Tapi batuk tak mau sembuh, buang air besar seperti menyiksa padahal bukan menderita wazir, bernapas terasa sesak padahal tak sakit asma ......" Hmmm.
Dikemukakan, semula tak banyak yang melakukan pariwisata liar seperti itu. Sering juga bermula "normal" saja, tapi akhirnya---yah, Adam tak cukup makan sebiji khuldi. Dampak lain? "6/10 tiap enam bulan menggugurkan kandungan."
Ada beberapa pengemukaan data yang saya sensor demi stabilitas. Tapi yang penting sahabat kita ini menyuruh saya mengira-ngirakan, berapa banyak uang yang dikorup untuk kegiatan yang "telah, sedang, dan akan terus berlangsung" ini.
Bayangkan, katanya. (Jelas, kalau sekadar membayangkan saja saya jago). "Peraturan perizinan hitam atas putih itu nol besar. Saya berani sumpah, saya bukan orang kejam yang mau memfitnah." Ia berkata bahwa sudah ada tempat begituan yang jadi abu karena kutukan Allah, tapi kini sudah berdiri megah pasar kelamin baru, tempat hiburan Martini kontemporer menjadi perangsang korupsi. "Wanita-wanita itu pada hakikatnya pemalas, pemeras, dan pemacu penyelewengan."
Ia menghimbau : "Apakah Bapak-bapak tidak menyadari timbulnya keresahan sosial bila hal itu terus berlanjut? Telah kusaksikan ratusan keluarga berantakan karenanya----keluarga para hostes maupun konsumen." Ia tidak rela "kemajuan bangsa Indonesia terhambat dan terkotori oleh beberapa bagian dari masyarakat yang berlepotan kemaksiatan dan bejat moral."
Demikianlah, seperti orang kehujanan tanpa bisa berteduh, dengan murung saya membaca akhir suratnya yang menghimbau saudara-saudaraku, agar bersedia menghimbau. Marilah kita ini kemerdekaan ini dengan imbau-menghimbau. Sebab mungkin hanya itu kemampuan pamungkas kita.

Diambil dari buku "Slilit Sang Kiai".

Baca lainnya disini