Propellerads

Sunday, July 3, 2016

Monolog 'Anak Kabut'

Anak Kabut
Oleh: Soni Farid Maulana



"(cahaya biru berlapis kehijauan jatuh di atas permukaan kayu, semacam meja tulis, atau meja apapun. Di balik cahaya tersebut, tampak seorang perempuan tengah duduk termenung. Sesekali tarikan nafasnya yang berait itu terdengar. Wajah perempuan yang berada di balik cahaya itu seperti bayang-bayang. Saat itu malam begitu larut. Cahaya tersebut masih seperti itu ketika perempuan tersebut tengah berkata-kata).
Tatolah aku, kekasihku, dengan segenap cintamu. Janganlah ragu, gambarlah seekor naga mungil pada kedua belah payudaraku. Sungguh aku tidak suka gambar kupu-kupu atau bunga. Keduanya tidak melambangkan jiwa kita yang liar—keluar masuk nilai-nilai dari malam ke malam, dari pintu ke pintu diskotik. Disergap asap rokok. Irisan cahaya melambungkan jiwa kita pada impian Amerika atau impian apa saja.
Tatolah aku, kasihku, jangan ragu walau ayah dan ibuku tidak setuju. Dulu, ya, dulu. Tato memang simbol napi tapi sekarang lain maknanya. Ia sumber keindahan, semacam aksesoris, semacam tanda, postmodern di akhir abad 20. ya, memang, sejak 12000 tahun sebelum masehi orang sudah mengenal tato. Tapi adakah mereka seberani aku? Kasihku, jangan ragu, tatolah aku, aku tak mau kalah dengan ratu Alexandra yang hidup di abad 19 di Rusia.
Apa? Pencemaran darah, hepatitis B? Jangan takuti aku dengan hal demikian. Kasihku jangan ragu, tatolah tubuhku dengan segenap cintamu. Buatlah aku bahagia karenanya jangan pedulikan apa kata orang. Sungguh jiwa kita yang lapar dan liar ini perlu semacam perlambang, semacam pegangan nilai-nilai; setelah keasingan demi keasingan melontarkan kita pada sehampar dunia tak dikenal. Ya, betapa banyak tanda dan ayat dihadapanku, tapi aku salah menangkap makna*. Selalu kegelapan bersambung kegelapan yang kujelang; setelah kehidupan malam setelah nilai demi nilai berubah makna lebih cepat dari putaran jarum jam.
Tatolah tubuhku, jangan ragu dengan gambar yang permanent dengan model yang mutakhir. Aku tidak suka dengan tato temporer yang akan lenyap dalam waktu dekat, di masa tua nanti tidak punya kenangan yang bisa aku banggakan pada anak-cucuku. Sekali lagi aku minta padamu tatolah kedua belah payudaraku dengan gambar naga, naga cintamu yang jantan itu, yang menggairahkan itu dari malam ke malam membunuh kesepian yang menghadang di depan. Jangan ragu tatolah jiwaku yang lapar dan liar ini dengan jarum cintamu yang tajam dan runcing bertinta putih.
Hahahaha (perempuan itu tertawa. Cahaya sedikit demi sedikit benderang dengan warna netral). Ini pasti bukan sajak Saini KM. Saya berani bertaruhbahwa Saini KM tak akan berani menulis larik-larik puisi yang liar seperti ini:
‘tatolah jiwaku yang lapar dan liar ini dengan jarum cintamu yang tajam dan runcing bertinta putih’.


Selengkapnya bisa anda unduh di sini .


0 komentar: