Setiap orang punya sebuah karya indah, baik berupa lagu ataupun karya lainnya. Setiap orang berhak menjadi Religius. 2 Kata yang selalu dikoar-koarkan untuk hadir di Bulan turunnya Alquran, Lagu Religius.
Memang bulan ini ketaatan kita -bagi umat Islam- diuji. Baik secara pribadi -melalui tindakan,ucapan, dan perasaan- maupun interpersonal. Diakui atau tidak orang orang berlomba-lomba dalam mengejarnya. Berangkat dari kerisauan ini, aku yang -notabene- mengagumi karya-karya indah para pemusik Di Indonesia mencoba menyikapi beberapa hal.
Lagu
Menurut wikipedia, Lagu merupakan gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.
Nyanyian adalah syair yang dilafalkan sesuai nada, ritme, birama, dan melodi tertentu hingga membentuk harmoni. Nyanyian sering juga disebut sebagai lagu yang berarti gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.
Bernyanyi adalah melafalkan syair sesuai nada, ritme, dan melodi tertentu hingga membentuk harmoni. (sumber : wikipedia )
Dari paparan yang aku kutip dari wikipedia saya mempunyai pendapat bahwa lagu adalah gubahan sebuah seni nada dan suara, yang mampu didengar indah oleh setiap makhluk dengan perasaan. Lagu mampu memberikan warna tersendiri bagi pendengar. Mereka mampu merasakan hal hal yang tersirat maupun tersurat dalam barisan lagu tersebut. Kondisi pendengar mampu mengharmonisasikan setiap bait yang tersirat.
RELIGIUS
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi".[10]. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" ( kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ).[11][12] Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".[13]
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Medieval Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan. ( Sumber )
Religius adalah bersifat religi; bersifat keagamaan; yg bersangkut-paut dengan religi (sumber) Dengan kata lain jika disangkutpautkan lagu religius mempunyai makna bahwa karya seni yang didengarkan bersifat keagamaan.
Bukan hal yang tepat lagi jika lagu religius hanya mampu didengarkan di saat-saat ramadlan. Bukan orang-orang nonmuslim banyak menyanyikan lagu-lagu religius ditempat-tempat peribadatan mereka? bukankah sebuah karya butuh apresiasi untuk sepanjang waktu didengarkan ?
Dari pertanyaan itu, aku menganalisis beberapa pemusik yang tetap konsisten terhadap religius. Namun dikemas berbeda pada umumnya. Coba telisi nama seperti Ebiet G. Ade, Letto , Bimbo dan beberapa karya anak bangsa. Mereka mampu mengemas lagu religius yang tak hanya hadir dalam bulan ramadlan, dan dijual saat bulan itu saja.
Karya seseorang akan abadi jika dibaca ataupun ditelaah dari hati terdalam. (anonim)
0 komentar:
Post a Comment